RADAR JOGJA – Meski sudah dilarang, beberapa skuter listrik (skutik) masih terlihat berkeliaran di jalanan Kota Jogja. Meski Gubernur DIJ meminta ditertibkan. Bukan bermaksud melawan aturan. Tapi mereka punya alasan, baik secara ekonomi maupun pariwisata. Apa itu?
WINDA ATIKA IRA P, Jogja, Radar Jogja
Tiba di kawasan Tugu Jugu, di Jalan Margo Mulyo ke selatan, banyak ditemui penjaja jasa skutik menawarkan jasa persewaan. Tarifnya rerata Rp 20 ribu per 30 menit. Ada yang jenis skutik, sepeda listrik hingga otoped. Wisatawan pun banyak yang menyewa untuk keliling kawasan ikon Jogja tersebut.
Bahkan sampai di kawasan Malioboro. Padahal di beberapa titik dipasang stiker hingga spanduk larangan penggunaan skutik. Tapi meski ada petugas Dinas Pehubungan atau Satpol PP yang berjaga tak ada yang melarang mereka melintas.
Jika penyewa, yang mayoritas wisatawan luar daerah, tak tahu larangan tersebut, bagaimana dengan penyedia jasa? Mereka tahu adanya larangan tersebut. Meski tak bisa berbuat apa-apa, mereka terpaksa masih harus beroperasi. Khususnya yang ada di Kawasan Malioboro. Keinginan mereka tetap bisa beroperasi secara legal.
“Dengan cara ya semoga saja dari pihak pemangku wilayah dan pemerintahan memberikan izin untuk kita beroperasi lagi. Dan kita siap didisiplinkan dan ditata,” kata Ketua Paguyuban Skutik Jogja Agus Riyanto kepada Radar Jogja Minggu (15/1).
Mengapa demikian? Ini tak serta merta, mereka beroperasi sebelum aturan daerah itu ada. Ide membuka usaha jasa skutik ini muncul, seiring maraknya pabrik skutik ada serta jasa skutik mulai berkembang di kota-kota lain. Mereka kemudian menangkap pangsa pasar itu di Jogja pada awal 2022. Terlebih Jogja merupakan kota tujuan wisata. Ditambah, para anggotanya tak memiliki kerja atau mata pencaharian akibat adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) saat pandemi Covid-19.
“Sebelum kemunculan (aturan) ini teman-teman pada nganggur tidak ada kerjaan ada yang di-PHK. Ada ide skuter itu kemudian pada buka itu (jasa skutik),” jelasnya.
Sebagian dari mereka kemudian membentuk kelompok, dan ada yang perorangan. Mencari modal usaha dengan berbagai cara termasuk Bank menjadi jawabannya untuk meminjam modal. “Ada yang gadaikan BPKB, gadaikan yang lain jual motor untuk modal penyewaan jasa skuter itu,” jelasnya.
Namun, di pertengahan jalan kebijakan daerah muncul yakni melarang operasional skutik Jogja. Awalnya regulasi yang keluar berupa Surat Edaran (SE) Gubernur DIJ Nomor 551/4671 tentang Larangan Operasional Kendaraan Tertentu Menggunakan Penggerak Motor Listrik di Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulya yang ditandatangani Gubernur DIJ Hamengku Buwono X. “Ada larangan SE waktu itu, kita ya audiensi ke gubernur, DPRD provinsi maupun DPRD kota,” jelasnya.
Intinya, para penyedia jasa skutik di kawasan Gumaton (Tugu, Malioboro, Keraton) siap dibina dan ditertibkan. “Tapi tolong jangan tidak diizinkan sama sekali, karena kita masih punya tanggungan utang, ada yang ngambil dua tahun sampai sekarang ada yang belum lunas,” tandasnya yang menyebut harga skutik dibelinya beragam, mulai dari dari Rp 4 juta hingga termahal Rp 9 juta.
Oleh karena itu, mereka terpaksa masih beroperasi tak lain bukan karena tidak mematuhi aturan. Namun, ada tanggungan lain, selain hutang modal juga satu-satunya mata pencaharian sampai sekarang. “Tentu kita bingung. Ya memang itu proses sudah lama tapi kita tetap buka karena sebagian itu sudah menjadi mata pencaharian, baru seperti ini bisanya,” terangnya.
Pun mereka merasa pemerintah setempat belum memberikan solusi, jika ada beberapa tempat tersebut dilarang untuk skutik. Dia berharap dapat difasilitasi tempat-tempat yang diperbolehkan saat ini, tentunya yang tidak mengganggu lalu lintas dan pejalan kaki. Terlebih Jogja menjadi kota tujuan wisata, diyakini jasa skutik Jogja akan dapat memantik kunjungan wisatawan. “Kalau wisatawan cukup senang dengan skutik bahkan turis asing banyak, ada yang sewa,” tambahnya.
Sehingga, seiring aturan ada dia mencari jalan tengahnya dengan beroperasi di malam hari saat lalu lintas kendaraan mulai lengang. “Ibarat kita tetap jalan saat lalu lintas sudah sepi karena sudah menjadi mata pencaharian teman-teman. Saya ada di kawasan Malioboro,” katanya.
Pada prinsipnya, paguyuban skutik Jogja ini bersedia memajukan pariwisata Jogja asal pemerintah bersedia membina dan menata mereka. Bukan sekedar melarang tak beroperasi dan tanpa solusi. “Tapi jangan terus tidak boleh buka,” pintanya. “Artinya kami siap di manapun tempat yang bisa untuk beroperasi. Tapi kalau trus sama sekali dilarang, unitnya mau dikemanakan wong unitnya sudah dibeli sedangkan kita punya tanggungan di bank. Kalau misalkan nanti mau dipindah kemana tentu saja kemarin sudah sepakat teman-teman.” (pra)