RADAR JOGJA – Bagi peneliti dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM) Muslih Zainal Asikin, larangan kendaraan berpenggerak motor listrik harus dicermati alasannya. Menurut dia, jika karena membaur dengan pengguna jalan lain, memang harus dilarang.
“Saya setuju, kendaraan tertentu dengan penggerak listrik dilarang. Tetapi jika dasar aturannya karena penggunaannya di jalur pendestrian. Bukan semata-mata kendaraan listrik,” ungkap, Minggu (15/1).
Menurut dia, jalur pendestrian harus steril bukan hanya kendaraan berpenggerak motor listrik saja. Tetapi apaun jenis kendaraan termasuk kendaraan tradisional. Sebab, pendestrian itu miliknya pejalan kaki. “Tentu pejalan kaki butuh kenyamanan, keamanan dapat menikmati pendestrian tanpa gangguan kendaraan,” katanya.
Namun Muslih menilai, jika alasan pelarangan skuter metik semata-mata karena penggunakan kendaraan bahan bakar listrik. Dia menilai bertolak belakang dengan apa yang saat ini tengah digaungkan oleh pemerintah pusat. Yakni, mendorong penggunaan kendaraan listrik untuk menekan penggunaan bahan bakar minyak (BBM).
“Untuk menghargai keselamatan pejalan kaki, apapun alasannya tidak boleh. Akan menimbulkan masalah bahkan tidak ada di jogja tapi di indonesia,” ujarnya. Demi keselamatan bersama. Aturan pelarangan tersebut perlu ditegakkan. Jika itu mengganggu pendestrian.
Nah, untuk mengantisipasi maraknya kendaraan berpenggerak motor listrik, angkutan umum menurutnya mesti didorong. Sehingga masyarakat yang berkunjung ke kawasan wisata dapat menikmati angkutan bus yang telah tersedia.
Sementara itu, dasar hukum peraturan ini juga mengacu pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950, Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020, serta Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 2022, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 tahun 2020. (mel/pra)