
SOSOK : Kepala PUP ESDM DIJ Anna Rina Herbranti saat ditemui di Kompleks Kepatihan Pemprov DIJ, Senin (9/1). (DWI AGUS/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Pemprov DIJ melalui Dinas PUP ESDM segera menggelontorkan Dana Keistimewaan sedikitnya Rp 7 Miliar untuk pembangunan Rumah Tinggal Layak Huni (RTLH) Terintegrasi tahun 2023. Konsep RTLH Terintegrasi tahun 2023 ini akan dilaksanakan di 15 kapanewon di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul.
Kepala PUP ESDM DIJ Anna Rina Herbranti mengatakan RTLH terintegrasi ini memiliki perbedaan konsep dengan RTLH sebelumnya. Prasarana Sarana Utilitas Umum (PSU) akan dilengkapi untuk mendukung pembangunan RTLH terintegrasi. Penyediaan air bersih, jamban, pengelolaan sampah dan lainnya akan dikerjasamakan dengan dinas-dinas terkait.
“Nanti target kita ada sekitar 15 kapanewon miskin yang kita prioritaskan fasilitasnya. Lokasinya sudah ada untuk tahun 2023 ini yaitu 25 titik lokasi di Bantul dan Gunungkidul. Anggarannya berbeda-beda, namun sumber dananya sama, yaitu dana keistimewaan,” jelas Anna ditemui di Kompleks Kepatihan Pemprov DIJ, Senin (9/1).
Bahkan menurut Anna, RTLH Terintegrasi akan dilengkapi pula dengan akses jalan apabila memang belum ada. Menurutnya, keterbatasan akses karena jalan rusak sangat mempengaruhi mobilitas warga.
Dengan pembangunan akses jalan yang lebih memadai, Anna berharap mobilitas masyarakat lebih dinamis. Sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan tanpa terhambat akses jalan.
Kebutuhan RTLH Terintegrasi, lanjutnya, akan disesuaikan dengan kebutuhan perwilayah. Misalnya pada pengelolaan lingkungan dibutuhkan talud atau bangunan yang berguna untuk memperbesar tingkat kestabilan tanahml. Juga dengan penerangan jalan dan akses listrik.
“Tiap daerah kelurahan dan dusun akan berbeda-beda anggarannya sesuai dengan kebutuhan lokasi tersebut. Kami berharap OPD-OPD yang lain juga nanti ikut masuk di situ, misalnya nanti dari DLHK dari kabupaten akan masuk terkait dengan pengelolaan sampahnya atau apanya begitu,” kata Anna.
Untuk spesifikasi bangunan, Anna mengungkapkan akan memakai arsitektur khas Jogjakarta. Desain sudah tersedia, seperti bentuk atap model kipas, pintu dan jendela grapyak. Rumah nantinya akan dibangun dengan tipe 36.
“RTLH dibangun diatas tanah milik masyarakat sendiri. Tentunya dikuatkan dengan bukti kepemilikan legal. Sehingga tidak bisa dibangun di tanah orang lain,” ujarnya.
Kriteria penerima RTLH Terintegrasi ini adalah kondisi rumah tidak layak dari sisi atap, lantai dan dindingnya. Apabila struktur rumah sudah sangat membahayakan, nanti akan dilakukan pembangunan ulang. Namun apabila konstruksi sudah sesuai, akan dilakukan perbaikan.
Penerima bantuan, lanjutnya, harus mengantongi surat keterangan miskin dan layak dibantu. Tentunya dari Pemerintah Kabupaten setempat.
“Kabupaten biasanya menyatakan masyarakat ini miskin atau tidak. Selain itu juga kita lihat apakah di dalam satu rumah ada beberapa KK, artinya kalau rumahnya sudah kecil, ditinggalin lebih dari satu KK, itu tidak sehat,” katanya. (Dwi)