RADAR JOGJA – Pedagang kaki lima Jalan Perwakilan kawasan Malioboro mengancam akan berjualan kembali pada akhir pekan ini. Pernyataan ini merespon tak adanya solusi pasca penutupan 21 kios pedagang di kawasan tersebut. Baik dari Pemkot Jogja maupun jajaran Pemprov DIJ.

Ketua Forum Komunikasi dan Koordinasi Pedagang Jalan Perwakilan Adi Kusuma menuturkan langkah ini terpaksa ditempuh. Alasannya adalah tidak adanya perputaran ekonomi pasca tutup sejak 3 Januari 2023. Terutama untuk menghidup sekitar 200 orang dari 21 kios tersebut.

“Menunggu sampai 3 hari itikad baik pemerintah tapi jika memang tidak ada solusi kami tetap nekat beragam karena kami punya keluarga dan karyawan kita akan buka,” tegasnya ditemui di Jalan Perwakilan, Kamis (5/1).

Disatu sisi Adi menegaskan, tindakan ini bukan berarti melawan pemerintah. Dia hanya ingin ada solusi pasca penutupan kios PKL. Sehingga roda perputaran ekonomi tetap berjalan.

Pihaknya juga mengaku siap diajak berdiskusi. Terutama tentang sejarah sewa menyewa hingga solusi. Termasuk lokasi relokasi untuk para PKL Jalan Perwakilan berjualan.

“Kami bukan menolak hanya belum diberikan solusi, ditata mau, cuma sampai sekarang yang jadi masalah kami tidak diberikan ruang dialog, mau direlokasi kemana, solusi seperti apa, itu tidak pernah, ya buntu sampai saat ini,” katanya.

Terkait sejarah menyewa, Adi menjelaskan detilnya. Para pemiliki kios mengaku menyewa kepada pihak kedua yang memiliki surat kekancingan. Faktanya sewa seluruh kios berdasarkan surat kekancingan sudah berakhir sejak 2000.

Inilah mengapa dia tak ingin dikatakan sepenuhnya ilegal. Ini karena awalnya para pedagang merasa telah menyewa kepada pemilik surat kekancingan. Sehingga tetap berjualan di kawasan tersebut sebelum akhirnya ditutup.

“Asal mula kami disini tidak lepas saat dulu diayomi Gusti Hadiwinoto (almarhum KGPH Hadiwinoto). Kami tidak terlepas dari kebijakan Gusti Hadiwinoto termasuk saya disuruh jaga,” ujarnya.

Adi juga mengaku memegang surat dari KGPH Hadiwinoto. Tepatnya untuk menjaga sultan ground di Kemantren Danurejan. Itulah mengapa pihaknya juga siap melampirkan data apabila ada ruang dialog.

“Kami siap buka – bukaan, kami sebenarnya selalu berikan bukti secara data secara konkrit sudah memberikan bukti ada sewa menyewa disini ada kuitansi itu ada, tapi tidak tahu mengapa atasan mereka tidak tahu,” katanya.

Terkait nominal sewa, Adi menuturkan beragam. Ada yang sistem bulanan hingga tahunan. Tercatat untuk satu bulan mencapai Rp 12 Juta. Sementara untuk tahunan kisaran Rp 70 Juta hingga Rp 200 Juta. Beberapa pedagang juga telah mengontrak hingga 2023 dan 2024.

Saat disinggung tentang sosok yang menyewakan, Adi enggan menjelaskan lebih detil. Dia hanya menyebutkan sebagai sosok yang memegang surat kekancingan sebelumnya. Setelah habis masa sewa lalu disewakan kembali ke PKL lainnya.

“Dengan Gusti Hadi, setahu saya tidak, memang kekancingan disini habis tapi ada pihak kedua yang mengatasnamakan masih punya kekancingan yang utuh dan disewakan, baru terbongkar kemarin ini,” ujarnya

Dalam kasus ini, pihaknya mengaku menjadi korban. Para pedagang juga tidak tahu harus berbuat apa. Terutama para pedagang yang masih memiliki kontrak hingga 2024.

“Kami merasa jadi korban, tak tahu kami harus kemana, untuk bukti sudah kami siapkan dan mereka sudah terima, tapi selama ini kami tanya dijawab itu bukan urusan kami, pemkot menjawab itu masalah pribadi dan monggo saja kami lapor polisi,” katanya. (dwi)

Jogja Raya