
EDUKASI : Petugas DLH tengah menyampaikan edukasi mengenai pemilahan sampah kepada warga yang membuang sampah di Depo Sampah Utara Laya, Jalan Tompeyan, Tegalrejo, Kota Jogja, Senin (2/1). (ANNISSA KARIN/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja mendorong masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah sejak dari tingkat rumah tangga. Ini menyusul adanya aturan zero sampah anorganik yang diterapkan di Kota Jogja mulai Januari 2023.
Kepala Bidang Pengolahan Sampah DLH Kota Jogja Ahmad Haryoko mengatakan sampah organik masih didominasi oleh hasil pemangkasan pohon dan daun-daun kering. Sementara sampah organik rumah tangga menurutnya justru terbilang tak terlalu banyak.
Dia menggambarkan sampah organik dapur yang dihasilkan dari satu keluarga berisi 4 orang kira-kira tak lebih dari satu kilogram per hari. Masyarakat diminta untuk bisa memanfaatkan sampah organik dengan berbagai macam cara.
Solusinya dengan membuat lubang biopori berbasis rumah tangga. Selain itu juga bisa memanfaatkan lodong sisa dapur (losida) atau ember tumpuk. Dia mengimbau, setidaknya di setiap rumah ada dua tempat sampah, yakni untuk sampah organik dan anorganik.
“Kalau tidak bisa mengolah di rumah, di sini juga ada teman-teman yang mencari pakan ternak dari sisa makanan. Kalau mau sodaqoh silahkan, diolah sendiri di rumah silahkan,” jelas Haryoko saat ditemui di Depo Sampah Utara Laya, Jalan Tompeyan, Tegalrejo, Kota Jogja, Senin (2/1).
Meski terlihat mudah, namun membiasakan masyarakat untuk memilah sampah tak semudah membalikkan telapak tangan. Sering kali, masyarakat mencampur sampah anorganik residu dengan sampah organik. Ini juga tak lepas dari kurangnya edukasi masyarakat mengenai jenis-jenis sampah.
“Kebiasaan masyarakat kita kecenderungan tidak mau memilah. Misalnya beli soto ada plastiknya kemudian karena ini bau otomastis dicampur dengan sisa makanan, sisa buah. Kalau ini dibawa ke TPS tidak akan bisa dipilah. Yang tau persis kan dari rumah,” katanya.
Sementara itu, Haryoko menegaskan masyarakat dilarang untuk memusnahkan sampah anorganik dengan cara dibakar. Bahkan, dia mengatakan ada aturan yang mengatur hal tersebut. Siapapun yang melanggar bisa terkena jeratan hukum.
Acuannya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dan Perda Nomor 10 Tahun 2012. Hingga direvisi Perda Nomor 1 Tahun 2022. Isinya berupa pelarangan untuk melakukan pembakaran sampah.
“Jadi kami imbau masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran sampah karena nantinya akan dilakukan tindakan tegas oleh Satpol PP selaku penegak perda,” imbaunya.
Dia mendorong masyarakat untuk menyerahkan sampah anorganik ke bank-bank sampah di wilayah masing-masing. Sodaqoh sampah anorganik juga bisa diberikan kepada para pemulung.
Kini produksi sampah di Kota Jogja per hari mencapai 360 ton. Usai dipilah, sampah yang akhirnya dibuang ke TPA Piyungan mencapai 280 ton per hari.
“Masih kebanyakan organiknya yang besar. Edukasi ini sudah disampaikan, lewatnya bank sampah, fasilitator kelurahan, ketua RW dan RT,” ujarnya. (isa/dwi)