
SAMAKAN PERSEPSI: Dari kiri, Ketua Pepadi DIJ Ki Edy Suwondo, praktisi pedalangan yang juga dosen Fakultas Bahasa dan Seni UNY Purwadi dan Sekretaris Pepadi DIJ Anang Prawoto dalam sarasehan pedalangan di Eastparc Hotel Jogjakarta, kemarin (13/12).(MEITIKA CANDRA LANTIVA/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Dinas Kebudayaan DIJ menyelenggarakan sarasehan pedalangan dengan tema “Ki Panjang Mas atau Ki Lebdajiwa” di Eastparc Hotel Jogjakarta, kemarin (13/12). Narasumbernya Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) DIJ Ki Edy Suwondo dan praktisi pedalangan yang juga dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Dr Purwadi.
MEITIKA CANDRA LANTIVA, Sleman, Radar Jogja
Pepadi DIJ digandeng untuk penyelenggaraan sarasehan ini, menurut Sekretaris Pepadi DIJ Anang Prawoto yang juga moderator, untuk memberikan support kemajuan dalang. Mulai dalang anak, remaja hingga dalang sepuh. Nah, kali ini menyasar dalang milenial dan dalang sepuh.
Kegiatan ini sebagai wujud pengembangan warisan budaya tak benda, sekaligus implemantasi nilai-nilai luhur dalam masyarakat. “Salah satunya pelestarian dan pengembangan pedalangan, yang membawahi Pepadi,” ungkap Anang di sela kegiatan.
Adapun peserta yang hadir merupakan perwakilan Pepadi dari kabupaten dan kota di DIJ. Lalu ada juga Paguyuban Pedalangan Sukro Kasih Sasono Inggil, mahasiswa pedalangan Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta, dalang keraton, praktisi pedalangan, dan lainnya.
Sarasehan ini guna menambah literasi wawasan dalang. Sekaligus menyamakan persepsi. Dengan tema menelusuri jejak Ki Panjang Mas. Cerita ini diulas kembali agar tidak terjadi pergeseran narasi dengan gagrag dulu.
Ki Panjang Mas sendiri merupakan dalang di era Raja Mataram Sultan Agung. Dia dalang kesayangan yang digandeng raja-raja. Pada masa Sri Susuhunan Amangkurat Agung (pengganti Sultan Agung), Mataram mengalami masa kejayaan. Demikian pula dunia pedalangan.
Hingga ketika Ki Pajang Mas wafat, makamnya berada di graha dekat dengan makam raja. Yakni dimakamkan di Pajimatan, Imogiri, Bantul.
“Bukan hanya jadi leluhurnya dalang Jogja, Solo, Kedu, bahkan seluruh Indonesia, sumbernya mengacu dari situ (Ki Panjang Mas, Red). Jadi kalau itu bisa dikukuhkan kembali, seluruh dalang di Indonesia dapat bersatu,” bebernya. Sehingga semakin membuka peluang Jogjakarta menjadi pusat kebudayaan pedalangan, termasuk pusat literasinya.
Pepadi DIJ mencatat, jumlah dalang di DIJ sekitar 350-360 orang. Masing-masing kabupaten-kota ada sekitar 50-an dalang yang sering tampil atau aktif.
Sementara itu praktisi pedalangan Purwadi menambahkan, Ki Panjang Mas mempelopori pedalangan pada masa itu. Pedalangan tumbuh kuat. Masyarakat Jawa mendapatkan warisan seni edi peni dan budaya adiluhung.
Selama mengabdi kepada Raja Mataram Sultan Agung pada 1613-1645, sosoknya banyak menciptakan karya. Dia terlibat dalam penyusunan serat Sastra Gendhing, Nitipraja hingga Pangracutan. “Melalui kajian, peran Ki Panjang Mas ini diharapkan digemukan nilai kebajikan guna memupuk rasa kebangsaan,” ungkapnya.
Panjang Mas telah menurunkan dalang-dalang terkenal, tersohor, terampil, pintar dan berwawasan. Selain itu juga menurunkan tradisi literasi penulisan. Misalnya serat pustaka raja, serat kandha, serat bharatayudha, dewaruci, serat rama. Yang mana serat-serat ini menjadi lajer sumber cerita pedalangan.
Harapannya ada pemahaman baru pada pola pikir dalang-dalang klasik yang telah mewariskan pagelaran seni wayang purwa. Mengandung tuntunan, tontonan, dan tatanan. Dia juga berpesan agar menjelang masa politik, dalang tidak terkontaminasi oleh garis politik parpol.
Sementara Ki Edy Suwondo berharap, Dinas Kebudayaan terus menggelar kolaborasi peningkatan literasi kebudayaan dalam menghadapi transformasi budaya ke depan. Hal ini menjadi bagian menjaga keistimewaan. “Pentingnya peranan budaya tradisi yang jauh dari pengaruh terpecah belahnya persatuan NKRI,” tandasnya. (laz)