RADAR JOGJA – Di mata keluarga, Abbas Ashar dan Heri Riyani merupakan orang yang baik. Begitu pula dengan anak-anaknya. Hanya saja, sang anak bungsu yang kini ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan keluarganya, Dhio Daffa Swadilla, 22, kerap bersilat lidah atau berbohong.

Kakak pertama Heri Riyani, Sukoco, 69 mengaku tidak tahu-menahu soal motif yang dilakukan keponakannya itu. Lantaran jarang berkomunikasi dengan keluarga sang adik. Dia menyebut, terakhir bertemu dua bulan lalu saat pergi bersama ke hajatan.

“Komunikasi saya bertelepon saja, kadang-kadang. Tanya, sehat? Sehat, ya sudah. Gitu aja. Tahu-tahu, kemarin pagi saya ditelepon sudah meninggal semua,” jelasnya di lokasi kemarin (29/11).

Begitu dirinya mendapat kabar soal kematian sang adik, dia bersama keluarga lainnya membawa Heri ke rumah sakit. Anggota kepolisian pun berdatangan dan mulai mengintrogasi kepada terduga pelaku. Lalu, dibawa ke Polresta Magelang.

Sebelumnya, dia sempat menaruh sedikit curiga kepada Dhio. Mengingat sikapnya selama ini kurang baik. “Kalau internal keluarga, yang pasti saya tidak tahu persis. Tapi, kelakukan dari pelaku ini. Cuma ada yang laporan atau ngasih masukan ke saya, bahwa si Dhio begini, begini. Kalau ngomong sering bohong,” tambahnya.

Tak hanya itu, Dhio dinilai sering menghambur-hamburkan uang. Kerap meminta kepada orang tuanya, namun tidak tahu dengan jelas arah uang itu akan digunakan untuk apa. Bahkan Heri sempat curhat kepadanya jika setiap bulan harus mengeluarkan uang Rp 32 juta untuk kursus dan kebutuhan Dhio lainnya.

Selama ini, lanjut Sukoco, Dhio mengaku bekerja di PT KAI. Namun, nyatanya tidak ada SK pengangkatan sebagai karyawan di PT KAI. “Kenyataannya sendiri saya tidak tahu, karena saya tidak pernah berkomunikasi dengan pelaku. SK-nya juga tidak ada,” jelasnya.

Menurutnya, Dhio merupakan anak yang pandai merajut kata-kata menarik kepada orang tuanya. Semasa sekolah, Dhio sebenarnya anak yang pandai. Bahkan, ia sempat mendaftar ke AAU Jogjakarta, tapi kecelakaan dan harus dirawat selama tiga bulan. “Tapi, kenapa kok ada ide semacam itu dan sebagainya. Ini kalau tidak orang cerdas, tidak mungkin bisa,” sambungnya.

Sedangkan sang kakak, Dhea Chairunnisa, 25, sempat bekerja di Bank Jateng, Jogjakarta. Namun, hanya bertahan sebentar karena statusnya karyawan kontrak. Saat ditanya soal rencana nikah, Sukoco tidak mengetahuinya. Lantaran belum ada pembahasan soal itu.

Setahu dia, Heri dan suaminya (Abbas Ashar) tidak memiliki riwayat penyakit tertentu. Justru yang menyebabkan sakit adalah anaknya. Sukoco menegaskan, tidak tahu betul persoalan internal yang terjadi di keluarga sang adik. “Sebenarnya kalau dibanding-bandingkan dengan kakaknya, justru yang menghabiskan uang itu si pelaku,” tandasnya.

Dia menyerahkan seluruh prosedur yang ada kepada kepolisian. Agar dilidik secara betul dan ditindaklanjuti sesuai kasus hukum yang menimpa keponakannya. “Saya selaku kakak pertama dari almarhumah Heri, menyerahkan sepenuhnya kepada polisi untuk dilidik secara betul,” tegasnya.

Sementara itu, guru mengaji keduanya Ahmad Anwari mengaku, Dhio merupakan anak yang baik. Begitu pula dengan keluarganya. Namun, setelah kecelakaan yang mengakibatkan luka di kaki sebelah kirinya, dia berubah drastis. Dia yang saat itu baru lulus SMA, enggan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Anwar pun tak menyangka dan kaget mengetahui fakta bahwa Dhio menjadi tersangka kasus pembunuhan yang menewaskan keluarganya. Terlebih, saat dibawa aparat kepolisian. “Dari kecil, saya mengajari dia mengaji. Anaknya itu sebenarnya apik (baik). Saya kaget, tahu-tahu anaknya seperti itu,” ujarnya.

Selama ini, Anwar tidak pernah melihat Dhea dan Dhio terlibat pertengkaran. Begitu pula dengan kedua orang tuanya. “Kalau ada utang itu saya nggak mudeng, karena dia sudah besar. Kalau orang tuanya itu baik,” tambahnya.

Dia menyerahkan sepenuhnya kepada polisi terkait hukuman Dhio. Anwar juga tidak berencana untuk membesuknya lantaran kecewa dengan perbuatan Dhio. Dia mengaku lemas saat mengetahui faktar itu. Tidak terbesit rasa curiga kepada Dhio karena selama ini bersikap baik.

Anwar menyebut, setiap harinya Dhio tinggal di rumah. Tidak pernah pergi bekerja. Dulunya memang sempat mendaftar ke AAU, namun dia tidak tahu pasti. “Saya juga tidak tahu. Malah katanya pegawai di KAI, tapi setelah dicek tidak ada,” bebernya.

Kepala Desa Mertoyudan Eko Sungkono mengaku kaget dengan peristiwa yang terjadi. Bahkan, dia menilai Dhio merupakan pribadi yang mudah bersosialisasi dengan orang lain. Sehingga tidak ada catatan buruk dari warga di lingkungan tersebut.

Hanya saja, karena lingkungan rumahnya rata-rata dipenuhi orang dewasa, pergaulan Dhio justru dengan teman-teman lain di luar wilayahnya. Tak hanya Dhio, ayah, ibu, dan kakaknya juga merupakan orang yang baik. Tetangga lain pun menilai keluarga tersebut baik-baik saja.

Sepengetahuannya, Dhio bekerja di PT KAI. Namun, tidak mengetahui pastinya. “Dulu mau daftar di AAU, tapi gagal, terus kecelakaan. Dia daftar di kereta api. Saya langsung lemas saat tahu dia dibawa polisi, warga lain juga begitu,” ungkapnya. (aya/laz)

Jogja Raya