RADAR JOGJA – Dekan Fakultas Pertanian UGM Jaka Widada memaparkan prediksi organisasi pangan dunia FAO tentang krisis pangan 2050 bukanlah isapan jempol. Mencurutnya potensi bencana kelaparan adalah ancaman riil bagi dunia, termasuk bagi Indonesia.

Kondisi ini salah satunya dipicu oleh pertambahan jumlah penduduk dunia. Prediksinya akan mencapai angka sepuluh miliar pada tahun tersebut. Ledakan populasi ini tentu memiliki korelasi atas kebutuhan pangan.

“Akan terjadi kelaparan luar biasa manakala produksi pangan tidak naik sebesar 70 persen dari sekarang. Dan ini bukan hal yang mudah karena dampak perubahan iklim juga sangat berpengaruh,” jelasnya pada acara Pojok Bulaksumur yang diselenggarakan di Gedung Pusat UGM, Selasa (29/11).

Menurutnya ada tiga negara yang telah siap menghadapi ancaman krisis pangan. Pertama Tiongkok karena sudah bisa membuat benih padi yang produksinya dua kali lipat lebih banyak. Sementara Belanda dan Israel berhasil mengimplementasikan teknologi yang mumpuni untuk meningkatkan produksi komoditas pertanian.

“Ethiopia dulu adalah negara dengan banyak kelaparan, sekarang setelah Israel masuk ke situ menjadi sumber pangan nomor tujuh di dunia karena teknologi dari Israel,” katanya. 

Ancaman perubahan iklim dan krisis pangan memang belum terlihat di Indonesia. Namun dia mengingatkan agar pengelolaan sumber pangan optimal. Terutama atas ketersediaan sumber daya alam masih cukup melimpah dan kondisi geografis Indonesia.

Kedua potensi ini menurutnya memungkinkan produksi pertanian tetap berjalan sepanjang tahun. Disatu sisi juga menimbulkan pemborosan penggunaan sumber daya. Akibat pengelolaan yang kurang efisien dalam banyak aspek.

“Di Indonesia pemborosannya luar biasa karena merasa air tidak harus dibeli, tapi kedepan ancamannya akan luar biasa. UGM perlu melakukan edukasi untuk pelan-pelan menyadarkan tentang perubahan iklim,” ujar Jaka. (dwi)

Jogja Raya