RADAR JOGJA – Jelang akhir tahun, penetapan upah minimum provinsi (UMP) maupun upah minimum kabupaten/kota (UMK) menjadi salah satu yang ditunggu. Tiap tahun pula, kalangan buruh dan pemerintah berbeda dalam acuan penentuan UMP dan UMK.
Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIJ sudah melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL) berdasar Permenaker nomor 13 tahun 2021. Hasilnya, defisit ekonomi 2022 Oktober tertinggi dirasakan oleh buruh di Sleman. Mencapai kurang lebih Rp 2,1 juta. Sementara, upah yang diterima 2022 hanya sebesar Rp 2 juta. “Berdasar nilai KHL seharusnya pada 2023 UMK kurang lebih Rp 4,1 juta,” kata juru bicara MPBI DIJ Irsad Ade Irawan, Rabu (26/10).
Hal yang sama dirasakan buruh dengan upah minimun terendah di DIJ yaitu Rp 1,7 juta di Gunungkidul. Mengalami defisit ekonomi sebesar Rp1,5 juta terhitung sampai Oktober 2022. Sedangkan nilai KHL yang seharusnya adalah Rp 3,4 juta. “Berdasar itu terdapat temuan, semakin murah upah minimum di suatu kabupaten, semakin tinggi tingkat kemiskinan di kabupaten tersebut,” jelasnya.
Sebagai contoh, sepanjang 2019-2021 UMK Gunungkidul merupakan yang terendah di DIJ dan pada saat itu pula tingkat kemiskinan Gunungkidul merupakan yang tertinggi di antara kabupaten dan kota lainnya. Karena itu masalah pengupahan atau penetapan upah minimum adalah hal yang sangat penting bagi salah satu program strategis untuk pengentasan kemiskinan. “Upah minimum memberikan dampak terhadap tingkat kemiskinan,” tegasnya.
Karena itu MPBI DIJ menolak penghitungan upah minimum 2023 berdasarkan Undang Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Pengaturan pengupahan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tak lagi memperhitungkan KHL. “Nilai KHL selalu lebih tinggi dari UMP dan UMK,” ungkapnya.
MPBI DIJ menuntut Gunernur DIJ menetapkan UMK 2023 sebesar Rp 4,2 juta untuk Kota Jogja. Kabupaten Sleman sebesar Rp 4,1 juta, Bantul sebesar Rp 3,9 juta, Gunungkidul sebesar Rp 3,4 juta, dan Kulonprogo sebesar Rp 3,7 juta. Selain itu Gubernur DIJ tidak menggunakan UU Cipta Kerja dan turunannya dalam penetapan UMK se DIJ untuk tahun 2023.
Gubernur juga dianggap perlu mengalokasikan lebih banyak APBD dan Danais untuk program-program kesejahteraan masyarakat. “Gubernur segera menetapkan dan membagikan sebagian tanah SG dan PAG untuk program perumahan buruh,” tambahnya.
Terpisah Kepala Disnakertrans DIJ Aria Nugrahadi mengatakan, dalam penghitungan penetapan UMP dan UMK 2023 sudah melalui komunikasi dengan unsur pekerja maupun pengusaha. Dasar penghitungan ini sesuai regulasi PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. “Hasil rapat terkait detailnya ada BAP-nya kaitan tentang proses pengupahan. Nantinya mengerucut pada PP 36,” katanya dihubungi Radar Jogja.
Penetapan upah minimum ini kemudian akan diumumkan pada 21 November 2022 untuk UMP. Sedangkan UMK diumumkan pada 30 November 2022 mendatang. “Persiapan-persiapan kita lakukan koordinasi dengan tripartit melalui rakor tripartit. Ditunggu saja nanti (pengumumannya),” imbuhnya. (wia/pra)