RADAR JOGJA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima saksi untuk diperiksa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jogja terkait kasus suap yang menyeret mantan Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti (HS) dan Sekprinya Triyanto Budi Yuwono, serta Kepala DPMPTSP Nurwidihartana. HS melalui Triyanto dan Nurwidihartana melakukan intimidasi agar IMB dari pengusaha yang kongkalikong dengannya dipermudah.

Suko Darmanto jadi saksi pertama yang diperiksa. Suko menjabat kepala Bidang Pengendalian Bangunan Gedung dan Pembinaan Jasa Konstruksi DPUPKP Kota Jogja. Hakim Ketua Muh Djauhar Setyadi mengawali pemeriksaan dengan memastikan Suko telah diperiksa oleh KPK. Kemudian Djauhar memastikan pula Suko memberikan keterangan dalam keadaan sadar dan tanpa tekanan. Djauhar lantas menjelaskan, keterangan yang Suko sampaikan pada saat pemeriksaan, telah dituang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang diterimanya.

Dalam pemeriksaan, Suko beberapa kali mendapat teguran dari Djauhar. Lantaran memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan BAP. Suko pun sempat menyangkal keterangannya sendiri yang tertuang dalam BAP. Salah satu yang diperdebatkan adalah penyataan dia dalam BAP yang menyebut pernah dipanggil oleh Triyanto.

Salah seorang penuntut umum (PU) KPK lantas membawa lembaran BAP ke hadapan majelis hakim dan meminta Suko turut serta. Dinyatakan bahwa Suko menandatangani tiap lembar BAP. Artinya, Suko telah menyatakan yang dilontarkannya saat penyidikan KPK dilakukan dalam keadaan sadar dan tanpa tekanan.

KPK lantas membeber BAP Suko Darmanto yang menyatakan Triyanto memanggil Suko ke ruang Sekpri Wali Kota Jogja. Pada saat itu, Triyanto meminta Suko untuk segera memberikan rekomendasi teknis terkait IMB Apartemen Royal Kedhaton. “Dan mengancam saya (Suko, Red) jika tidak segera menerbitkan rekomendasi teknis terkait dengan IMB Apartemen Royal Kedhaton, maka HS akan memindahkan saya dan tim PUPK yang tidak segera menerbitkan IMB Royal Kedhaton,” tulisnya dalam BPA Suko.

Djauhar kemudian menyebut, BPA merupakan bagian dari keterangan yang disampaikan Suko kepada penyidik KPK. Djauhar kemudian memperingatkan, Suko telah disumpah sebelum memberikan keterangannya di muka persidangan. “Di persidangan tidak boleh seenaknya, yang sebelumnya diterangkan kemudian tiba-tiba menerangkan begitu (berubah, Red),” tegas hakim.

Djauhar kemudian mengatakan, jika berkenan Suko dapat meminta rekaman penyidikannya diputar ulang di persidangan. Sehingga benar dapat dibuktikan Suko mengakui telah mendapat tekanan dari Triyanto. Beberapa saat terdiam, Suko kemudian membenarkan. Dirinya telah memberikan pernyataan sesuai yang tertulis dalam BAP. Dia mendapat intimidasi dari Triyanto.

PU KPK mempertanyakan alasan Suko takut dengan ancaman Triyanto. Salah satu pengacara HS sempat keberatan. Namun, majelis hakim memutus agar pertanyaan PU KPK dijawab Suko. KPK juga membeber keterangan BAP Suko.

Dalam pertanyaan No 13, Suko menjawab bahwa apa yang disampaikan Triyanto adalah benar-benar perkataan HS. Karena Triyanto merupakan orang kepercayaan HS sejak masih menjabat wakil wali kota Jogja. Selain itu, beberapa kepala dinas yang ditemui Suko juga mengatakan bahwa Triyanto merupakan kepanjangan tangan HS. “Benar,” jawab Suko singkat pada pernyataan yang dibeber KPK.

Selain Suko, KPK juga menghadirkan empat saksi lain. Mereka adalah analis kebijakan DPUPKP Moh Nur Faiq, PNS di Pemkot Jogja Pamungkas, mantan kepala Kantor Pertanahan Eko Suharto, dan Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kota Jogja Wahyu Handoyo.

Sementara dalam persidangan ini, HS sempat tertidur. Ketika diperkenankan istirahat, HS membawa masuk satu buah cangkir keramik dan satu buah gelas kertas. Terjaga, HS menyempatkan diri berkomat-kamit mendengar pemeriksaan para saksi. (fat/laz)

Jogja Raya