
RERESIK: Petugas gabungan dan orams Jogja membersihkan lokasi kerusuhan di kawasan ruko Babarsari, Depok, Sleman, Selasa (5/7). Dampak kerusuhan Senin lalu (4/7) mengakibatkan rusaknya kios-kios, ruko dan motor yang juga ikut dibakar massa. Elang Kharisma Dewangga/radar jogja
RADAR JOGJA – Gubernur DIJ Hamengku Buwono (HB) X kembali meminta penindakan hukum terhadap pelaku perusakan di kawasan Babarsari. HB X menegaskan, perlu penegakan hukum yang sama dengan pelaku klithih. Polisi diminta tak tebang pilih dalam penegakam hukum, terlebih menimbulkan korban.
HB X mendorong penegakan hukum harus berjalan. Karena sudah terjadi pelanggaran hukum, atas kekerasan fisik yang dilakukan pada kelompok massa tersebut. Penegakan hukum pun tak boleh tebang pilih. “Tindak saja enggak usah pertimbangan lain, melanggar hukum ya sudah tindak. Karena dengan dilakukan itu tidak akan main-main, masa ada korban tidak kita tindak, yang klithih aja kita tindak kok. Kita harus adil, untuk menegakkan hukum jangan pilih-pilih,” katanya di Kompleks Kepatihan kemarin (5/7).
Terkait pelaku yang rerata dari etnis tertentu, Raja Keraton Jogja itu tak melarang, warga dari seluruh penjuru nusantara tinggal di Jogja. Karena mereka memiliki hak tinggal, hanya mereka harus menyesuaikan dengan kondisi di mana mereka berada, seperti di Jogja ini. “Mereka warga saya kebetulan aspek sukunya lain itu memang Indonesia tapi dia tinggal di Jogja itu berarti bagian dari orang Jogja kan gitu, saya nggak mau membeda bedakan,” tegasnya. “Itu kan juga rakyat Indonesia tinggal di manapun boleh, dia punya hak tinggal di mana pun yang penting hukum ditegakkan.”
Ayah lima puteri itu menambahkan, warga dari berbagai penjuru Nusantara yang tinggal di Jogja sudah bagian dari warga Jogja. Sejatinya, diharapkan bisa menyesuaikan diri dimana berada. Bukan dengan model kekerasan yang dilakukan. Sehingga, jika timbul konflik antar kelompok massa disarankan diselesaikan dengan cara berdialog. “Kita (Jogja) masyarakat yang menghargai orang lain bisa rukun. Saya berharap mereka juga begitu, kesalahpamahan diselesaikan dengan dialog tapi bukan dengan kekerasan fisik,” jelasnya.
Namun, jika ada tindak kekerasan dalam bentuk apapun di Jogja, yang dilakukan oleh siapapun berada di Jogja, hal ini tak bisa ditolerir. “Tapi kalau melakukan tindak pidana dan hukum, ya tegakkan saja,” tambahnya.
Ketika dikonfirmasi, Ketua Komisi A DPRD DIJ Eko Suwanto mengatakan, setiap tindakan dan aksi yang melanggar hukum harus mendapatkan tindakan penegakan hukum. Setiap pelaku perusakan dan pelanggaran hukum sepatutnya di proses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. “Apapun motif yang ada, pelaku perusakan dan pelanggaran hukum harus di proses aparat penegak hukum,” katanya.
Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Jogja itu mengapresiasi kepada seluruh pihak yang segera berupaya memastikan agar kelompok warga yang bertikai untuk segera bertemu. “Semoga situasi pascabentrokan di Seturan oleh warga yang berbeda asal daerah bisa kembali berdamai, mari pulihkan situasi keamanan DIJ agar tetap nyaman dan aman,” ujarnya.
Menurutnya, inisiatif damai untuk penyelesaian konflik yang terhadi penting dilakukan sebagai langkah memulihkan rasa aman bagi semua. Diharapkan ke depan akar masalah konflik pun bisa selesai. Dengan begitu tak ada lagi bentrokan yang merugikan semuanya. “DIJ itu tujuan wisata dan belajar. Semua pihak harus berkomitmen wujudkan perdamaian, keamanan, dan ketertiban umum,” jelasnya
Sedang Kadiv Humas Jogja Police Watch (JPW), Baharuddin Kamba menilai, penyelesaian yang seharusnya ditempuh adalah mengusut tuntas dan melakukan proses hukum, terhadap siapapun yang terlibat. “Kepolisian sebagai alat negara tidak boleh kalah dengan aksi premanisme dan anarkisme oleh dan terhadap siapa pun,” tegasnya.
JPW menyarankan, perlu ada pencegahan dini agar kasus serupa tidak terulang kembali. Pencegahan dapat berupa kegiatan responsif atau kepekaan dari aparat penegak hukum. Dalam hal ini, kepolisian yang memiliki intelijen harus dapat memetakan potensi terjadinya konflik massa. Berlaku tidak hanya di Babarsari saja, tapi di seluruh daerah.”Baik skala besar, sedang, maupun rendah terjadinya konflik atau bentrokan massa apalagi ditempat-tempat hiburan malam,” jabarnya.
JPW pun berharap, adanya keterlibatan kepala daerah yang ada di provinsi maupun kabupaten-kota dalam penanganan konflik. Dilakukan dengan rutin berdialog atau berkomunikasi. Khususnya terhadap para mahasiswa maupun pelajar dari luar daerah. Lantaran setiap perkumpulan, pasti ada paguyubannya dan sesepuhnya yang dituakan jadi panutan. “Kehadiran kepala daerah itu sangat diperlukan,” sebutnya.
Selain itu pemerintah di wilayah setempat diharapakan JPW agar secara rutin melakukan razia. Terhadap operasional tempat hiburan malam yang ada di wilayah DIJ. Jika melanggar aturan, maka ditindak tegas.
“Siapa pun dan dari mana asal kita, harus menjunjung tinggi yang namanya dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung,” tandasnya. (fat/wia/pra)