RADAR JOGJA – Sekprov Pemprov DIJ Kadarmanata Baskara Aji memastikan penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2022 telah melalui kajian. Jajarannya mempertimbangkan penetapan dari beberapa aspek. Termasuk keterlibatan lintas asosiasi dari buruh hingga pengusaha di Jogjakarta.

Pernyataan ini guna menangapi aksi protes asosiasi buruh di Jogjakarta. Kenaikan UMP sebesar 4,3 persen menjadi Rp. 1.840.915,53 dinilai belum ideal. Berdasarkan perhitungan kebutuhan hidup layak, idealnya UMP di Jogjakarta berkisar Rp. 3 juta.

“Pertumbuhan ekonomi itu tidak hanya disumbang sektor tertentu. Ada yang tidak menyumbang bahkan cukup kecil tapi ikut menanggung. Sehingga kan tidak mungkin kenaikan hanya untuk sektor tertentu,” jelasnya ditemui di Kompleks Kepatihan Pemprov DIJ, Kamis (25/11).

Mantan Kepala Disdikpora DIJ ini menjelaskan penetapan UMP 2022 mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021. Pemprov DIJ, lanjutnya, hanya menjalankan aturan yang disusun pemerintah pusat.

Pemprov DIJ, lanjutnya, tidak bisa menetapkan UMP diluar ketentuan. Apabila tetap nekat, maka Gubernur sebagai pimpinan tertinggi dianggap menyalahi aturan. Sehingga rentan digugat melalui pengadilan tata usaha negara (PTUN).

“Kalau gubernur ambil kebijakan sendiri diluar peraturan yang berlaku maka potensi dilakukan gugatan PTUN atau judicial review,” katanya.

Sebelumnya, puluhan buruh Jogjakarta menggelar unjuk rasa di simpangempat Titik Nol Kilometer. Aksi ini untuk menolak penetapan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten dan kota (UMK) 2022 di Jogjakarta. Kenaikan UMP sebesar 4,3 persen menjadi Rp. 1.840.915,53 dinilai belum ideal.

Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DPD DIJ Irsyad Ade Irawan menilai besaran UMP di Jogjakarta belumlah ideal. Berdasarkan perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL), idealnya kenaikan UMP minimal menjadi Rp. 3 juta.

“Hal ini perlu kami tolak karena upah minimum dari yang sudah ditetapkan tidak bisa untuk mencukupi KHL. Kami melakukan survei dan hasilnya berada diangka Rp. 3 juta. Kami minta Gubernur DIJ mencabut dan merevisi UMP dan UMK 2022,” tegasnya ditemui di sela-sela aksi, Rabu (24/11). (dwi)

Jogja Raya