RADAR JOGJA – Puluhan buruh Jogjakarta menggelar unjuk rasa di simpangempat Titik Nol Kilometer. Aksi ini untuk menolak penetapan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten dan kota (UMK) 2022 di Jogjakarta. Kenaikan UMP sebesar 4,3 persen menjadi Rp. 1.840.915,53 dinilai belum ideal.

Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DPD DIJ Irsyad Ade Irawan menilai besaran UMP di Jogjakarta belumlah ideal. Berdasarkan perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL), idealnya kenaikan UMP minimal menjadi Rp. 3 juta.

“Hal ini perlu kami tolak karena upah minimum dari yang sudah ditetapkan tidak bisa untuk mencukupi KHL. Kami melakukan survei dan hasilnya berada diangka Rp. 3 juta. Kami minta Gubernur DIJ mencabut dan merevisi UMP dan UMK 2022,” tegasnya ditemui di sela-sela aksi, Rabu (24/11).

Dia meminta Gubernur DIJ memberikan jaminan kesejahteraan kepada para buruh. Wujudnya dengan berbagai program subsidi pangan, kompensasi transportasi, subsidi pendidikan dan bantuan lainnya. Setidaknya mampu menjamin kehidupan para buruh setiap harinya.

Irsyad juga meminta penetapan UMP dan UMK tak mengacu pada Peraturan Pemerintan Nomor 36 tahun 2021 dan UU Cipta Kerja. Menurutnya skema tersebut menyebabkan naiknya UMP dan UMK tak maksimal. Sehingga tak mampu memenuhi standar sesuai acuan KHL.

“Jadi itu kalau ada kenaikan upah minimum itu pasti. Tapi berapa persen dan apakah bisa untuk mencukupi KHL. Misalnya dia naik 10 persen mungkin 20 persen sama saja sepanjang tidak menutupi KHL. Ya tentu berarti buruh di Jogjakarta masih defisit,” katanya.

Penolakan terhadap dua kebijakan tersebut disimbolkan dengan boneka yang digantung. Menggambarkan arah kebijakan pemerintah dalam menetapkan UMP dan UMK. Cenderung tidak menguntungkan dan mensejahterakan pihak buruh.

Dia mencontohkan penetapan UMP dan UMK di tahun-tahun sebelumnya. Acuannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Kala itu kenaikan UMP dan UMK bisa mencapai 7 persen.

“PP Nomor 78 itu sudah kami tolak ternyata itu masih mending masih bisa naik sampai 7 persen. Dengan PP Nomor 36 ini cuma naik 3 sampai 4 persen. Ya membuat buruh hidupnya seperti digantung karena tidak bisa memenuhi KHL,” ujarnya. (dwi)

Jogja Raya