RADAR JOGJA – Penertiban 15 pemilik kios semi permanen di bantaran Kali Code sisi selatan Jembatan Tungkak, Jalan Kolonel Sugiyono, dipastikan tetap akan dilakukan. Ini dalam rangka mendukung penataan kota dan merealisasikan ruang terbuka hijau (RTH) di Karanganyar, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Jogja.

Wakil Wali Kota Jogja Heroe Poerwadi (HP) mengatakan, kawasan itu nantinya akan dibangun RTH. Rencana penataan di wilayah itu sesuai keinginan bersama dan melibatkan seluruh warga masyarakat sekitar. Ini juga dalam rangka menjaga dan membudidayakan lingkungan di tempat itu.

“Ya, itu kan keinginan bersama kita semua untuk menjaga lingkungan dan prosesnya sudah lama. Sudah ada kesepakatan warga,” kata HP saat ditemui di Bendoza Grape Farm Gowongan, Kota Jogja, Rabu (27/10).

HP menjelaskan pembangunan RTH memang sudah direncanakan jauh sebelumnya, atas usulan wilayah yang akan dan hendak dikembangkan bersama warga sekitar. Sehingga diyakini prosesnya sudah sesuai prosedur.

Meski belum mengetahui persis perkembangan rencana pembangunan RTH itu sampai di mana, diyakininya RTH tidak bisa terealisasi tanpa kesepakatan warga sekitar. Sebab, kemantren (kecamatan) tidak akan serta merta mengusulkan ruang terbuka tanpa usulan dan masukan dari masyarakat.

“Itu berdasarkan kesepakatan warga sana lah. Karena itu harus bareng-bareng dilakukan, warga pengen menjadikan wilayahnya bersih, tertib dan menjadi tempat untuk bisa dikembangkan potensi pemberdayaan masyarakatnya. Maka masyarakat bersama pemerintah ingin mengembangkan kawasan itu,” ujarnya.

Lantas, akan direlokasi ke mana belasan warga yang sudah lebih dulu berjualan di kawasan itu, meski tak berizin? HP dengan santai menanggapinya, persoalan itu menjadi kewenangan wilayah setempat. “Nah, itu teman-teman dari kemantren yang menangani,” tandasnya.

Terpisah, Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti (HS) mengatakan, pada prinsipnya pemkot dalam rangka penataan kota tidak ada namanya penggusuran kepada warganya sendiri. Namun kebijakan yang dipakai adalah penataan. “Ya, semua ditata lah seperti Jalan Sudirman itu. Kita tata yang baik, tapi tidak digusur,” katanya.

HS menyebut, bukan tanpa sebab dalam penataan yang mengakibatkan belasan pedagang kecil terdampak itu juga demi Kota Jogja yang lebih tertata. Karena diklaim semakin lama perkembangan kota, semakin padat penduduk. Otomatis makin butuh space ruang terbuka hijau.

“Tidak serta merta mereka harus direlokasi atau pemkot tidak berniat menghilangkan mata pencahariannya. Ditata ya, tidak harus direlokasi, diberdayakan dengan yang lain juga bisa. Penataan intinya, kami masih coba dalami lagi soal rencana pemberdayaannya,” tambahnya.

Mantri Pamong Praja, Kemantren Mergangsan, Pargiyat mengatakan, selama ini aktivitas di kawasan tersebut tidak berkoordinasi dengan kemantren, baik mengenai perizinan, pembangunan lapak dan lain sebagainya. Oleh karena itu, usulan penertiban kemudian dilakukan sejak tahun lalu.

Setelah berkoordinasi dengan berbagai instansi dan juga dinas terkait lainnya, diputuskan penertiban akan menjadi kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO). Ini karena asetnya termasuk milik BBWSSO. “Kami sudah memberi imbauan sejak 2020. Mereka kalau membangun agar izin dulu,” katanya.

Meskipun pihaknya tidak mempersoalkan keberatan warga, beberapa orang ada yang menghuni sempadan sungai telah melakukan pembongkaran secara mandiri. Terkait penertiban ini, ia mengklaim pemerintah tidak memberikan kompensasi apa pun.

Hanya dimungkinkan adanya relokasi bagi pedagang. “Tapi ini masih pembahasan lanjutan. Kemarin memang ada pilihan tempat sebelah barat RS Pratama, tapi ya tidak bisa semuanya. Karena itu hanya tempat jualan saja,” tambahnya. (wia/laz)

Jogja Raya