RADAR JOGJA – Pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) menjadi satu hal yang sangat dinantikan. Sebab pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau online dirasa tidak efektif. Hal ini terbukti dengan terjadinya learning loss atau hilangnya perkembangan akademis pada siswa.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut, masyarakat harus bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. “Untuk itu, satu-satunya jalan adalah pendidikan,” tegasnya kepada wartawan ditemui usai menjamu kehadiran Presiden RI, Joko Widodo di Kampus Terpadu Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Jogjakarta, Argorejo, Sedayu, Bantul kemarin (10/9).

Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu pun mengatakan, dalam menghadapi Covid-19 dibutuhkan optimisme. Rasa itu dapat dibangun dengan penerapan protokol kesehatan (prokes) yang ketat dan disiplin saat PTMT. “Harus mulai beradaptasi untuk kegiatan belajar yang terukur dan seksama,” tuturnya.

Terlebih turunnya level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di DIJ turun ke level tiga. Hal ini turut dipandang oleh Haedar sebagai pemupuk optimisme. “Alhamdulillah, dalam tempo sebulan sudah ada penurunan yang signifikan, karena kebijakan pemerintah signifikan (didukung, Red) masyarakat disiplin. Poin pentingnya, pandemi ini masalah bersama maka harus dihadapi bersama,” nasihatnya.

Dalam kesempatan yang sama, turut hadir tokoh agama, negarawan, sekaligus sejarawan, Ahmad ‘Buya’ Syafii Maarif. Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1988 sampai 2005 ini turut mencecar pembelajaran online. “Memang dengan online susah,” ujarnya.

Menurut Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu, PTMT dapat digelar dengan menerapkan prokes yang ketat. “Boleh saja, setuju dengan online, tapi tidak puas. Asal diteliti betul dipelajari betul sudah, itu saja. Pokoknya harus izin orang tua,” tegasnya.

Salah satu orang tua yang menginginkan PTMT segera digelar adalah Sundari. Ibu tiga orang ini benar-benar mengkhawatirkan anak keduanya yang sampai saat ini belum bisa membaca. Sundari sendiri merupakan seorang pedagang jajanan, dan merupakan lulusan SMA. “Ya kan, aku yang mengajari anak sama guru yang mengajari beda. Makin lama pembelajaran online, anakku makin bodo,” ketusnya. (fat/pra)

Jogja Raya