
DISKUSI: Suasana FGD bertajuk Pemuda dan Ektrimisme Beragama yang digelar Komunitas Cangkir Opini dan DPD IMM DIJ, Senin (30/8). (WINDA ATIKA IRA PUSPITA/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA- Sebagai bentuk upaya untuk membangun kesadaran dalam memahami sebuah moderasi beragama. Komunitas Cangkir Opini dan DPD IMM DIJ menggelar focus group discussion (FGD) bertajuk Pemuda dan Ektrimisme Beragama, Senin (30/8).
Direktur Eksekutif Cangkir Opini, Zaki Ma’ruf mengatakan, kelompok ekstrimis atau teroris ini selalu menyasar kaum milenial atau anak muda yang masih mencari jati diri.Hal tersebut perlu diantisipasi termasuk merangkul generasi muda sebagai garda terdepan penangkalan atas tindakan-tindakan ekstrimisme beragama yang berujung pada gerakan radikalisme dan terorisme.
Terlebih, sejauh ini diklaim sudah banyak sekali gerakan ektrimisme masuk melalui media sosial. “Ada beberapa situs yang akhirnya diblokir oleh Kominfo karena dianggap masuk dalam jaringan terorisme itu,” ujar Zaki Ma’ruf.
Ketum DPD IMM DIJ, Akmal Ahsan Tohir menuturkan, dalih agama masih sering digunakan, bahkan Tuhan menjadi pembenar atas segala tindakan yang dilakukan. Dengan kemajuan teknologi seperti sekarang, gerakan ini semakin masif dan menyasar kalangan muda dari berbagai latar belakang untuk diajak berjihad.
Simblo-simbol agama sering digunakan seperti hijrah, donasi kemanusiaan dan topik-topik keagamaan yang menyerang kelompok agama lain.
“Ada lima organisasi yang paling banyak melakukan aksi teror berasal dari Jamah Islamiyah (JI), Mujahid Indonesia Timur (MIT), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) dan Mujahid Indonesia Barat (MIB).
Dalam melakukan tindakan, menurut dia kelima organisasi tersebut sama-sama menjadikan jihad sebagai label gerakan dan diklaim sebagai bagian dari menjalankan syariat Islam karena melawan orang kafir,”ucapnya.
Mantan Napiter, Nasir Abbas yang pernah aktif di Afganistan mengatakan generasi milenial yang paling dikhawatirkan menjadi sasaran empuk akan paparan radikalisme dan terorisme. Mengingat, sejauh ini anak muda secara lebih aktif dan lebih banyak kegiatan apalagi menguasai Teknologi Informasi. Ketika mereka sudah terpapar dan berpengaruh, maka otomatis akan turut berpartisipasi menyebarkan faham radikalisme yang akan berkembang lebih cepat.
Saya umur 18 tahun diberangkatkan ke Afghanistan. Awalnya saya senang aja bisa pergi ke luar negeri naik pesawat, baru tahu setelah sampai disana. Pintu masuk radikalisme, kata dia dari faham atau ideologi yang diberikan sehingga orang akan terbuka pikirannya untuk angkat senjata melawan pemerintah. Dengan tujuan merubah sistem yang ada di Indonesia.
Sehingga, para remaja inilah yang diharapkan bisa mengkampanyekan atau sosialisasi kepada remaja yang lain untuk menolak radikalisme atau terorisme. “Kalau para pemuda sudah terpapar dengan terorisme, maka akan menjadi dampak yang tidak baik bagi masa depan bangsa,” kata Nasir. (*/wia/sky)