
HANTAM: Pandemi Covid-19 menghantam semua sektor dan tatanan sosial. Termasuk para anak-anak di Jogjakarta. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIJ, ratusan anak-anak menjadi yatim piatu karena kehilangan orangtuanya. (FREEPIK)
RADAR JOGJA – Kepala DP3AP2 DIJ Erlina Hidayati tak menampik pandemi Covid-19 menghantam semua sektor dan tatanan sosial. Termasuk para anak-anak di Jogjakarta.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIJ, ratusan anak-anak menjadi yatim piatu karena kehilangan orangtuanya.
Hanya saja jajarannya belum melakukan pendataan lebih detil. Dia menduga data bisa lebih besar apabila pemetaaan ke wilayah-wilayah telah rampung.
“Kalau data sementara ada sekitar 150 anak. Semuanya statusnya anak-anak yang orangtuanya meninggal dunia karena terpapar Covid-19. Ada yang yatim piatu atau hanya salah satu orangtuanya,” jelas Erlina Hidayati dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu malam (4/8).
Dia memastikan pendataan anak-anak akan terus berlangsung. Tujuannya untuk menindaklanjuti dengan berbagai kebijakan atau pendampingan. Khususnya dukungan psikologis, kesehatan hingga pendidikan kepada anak-anak.
Jajarannya juga terus berkomunikasi dengan pemangku wilayah. Tujuannya agar data yang terkumpul terus terbarukan. Selain itu juga berkoordinasi dengan Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) maupun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
“Target kami Minggu ini rampung. Dari data sementara Kabupaten Sleman dan Bantul mendominasi untuk jumlah anak kehilangan orangtua akibat paparan Covid-19,” kata Kepala DP3AP2 DIJ Erlina Hidayati.
Erlina memahami pendekatan terhadap anak perlu strategi khusus. Terlebih untuk mengerti rasa kehilangan orangtuanya. Sehingga pendekatan tak bisa dilakukan dengan gegabah.
Pihaknya juga terus berkomunikasi dengan keluarga anak. Tak hanya kepada orangtua yang masih hidup tapi keluarga yang merawat. Agar kondisi lingkungan bisa kondusif memahami kondisi anak.
“Tidak bisa asal seperti pendekatan ke orang dewasa. Seperti satu kasus di Pendowoharjo, Bantul ada anak kembar dalam 5 hari kehilangan kedua orangtuanya, kakaknya dan neneknya. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi psikologis anak,” ujar Kepala DP3AP2 DIJ Erlina Hidayati.
Tak hanya pendekatan, Erlina juga memastikan hak-hak anak tetap terpenuhi. Terutama yang awalnya ditanggung oleh orangtua masing-masing. Mulai dari biaya hidup hingga kualitas asuh dalam keluarga.
“Kami tak ingin hak-hak anak ini tak terpenuhi. Antisipasi dengan menjaga kualitas hidup anak tetap ideal sama seperti saat orangtuanya masih ada,”kata Erlina Hidayati.
Upaya edukasi terhadap lingkungan dan keluarga terus berlangsung. Terutama terhadap bahaya paparan dan penularan Covid-19. Terlebih saat ini episentrum didominasi dalam lingkaran tersebut.
Dia juga mendorong agar para pasien Covid-19 mau menjalani isolasi di shelter. Dari beberapa kasus berawal dari isolasi mandiri. Lemahnya protokol di rumah hingga tak ada tindakan medis yang ideal.
“Apabila terpantau, kami langsung membantu mencarikan shelter. Tapi terkadang masih ada kekeuh memilih isoman. Padahal fasilitas di rumah tidak memadai dan rentan menularkan,” ujar Kepala DP3AP2 DIJ Erlina Hidayati. (dwi/sky)