RADAR JOGJA – Beberapa petani yang sekitar Patalan, Jetis, Bantul menyesalkan pembangunan fasilitas umum (Fasum) berupa gorong-gorong tanpa sosialisasi. Sebab mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk pengairan sawah. Lantaran mereka menanam padi kendati sudah masuk musim tanam ketiga.

Mulyadi menjadi salah satu petani yang mengeluhkan minimnya aliran air yang mengalir ke sawahnya. Sebab proyek perbaikan gorong-gorong di barat Canden menutup aliran air yang mengarah ke area persawahannya. “Ini jadi sedot dari diesel,” keluhnya kepada Radar Jogja ditemui di sawahnya Rabu (2/8).

Akibatnya, pria 48 tahun itu harus menambah ongkos pemeliharaan sawahnya. Kendati, dia enggan menyebut berapa jumlah pasti kerugian yang dialaminya. Hanya menyebut, ada pembengkakan biaya produksi. “Sebenarnya lancar, cuma di gorong-gorong sebelah barat Canden direhab. Jadi air enggak mengalir. Kalau ada air lancar,” ujarnya.

Menurutnya, kerugian yang dialaminya dapat diminimalkan. Bila terjadi komunikasi sebelum pembangunan gorong-gorong. “Ini menjadi masalah petani sebelah timur rumah sakit (Rachma Husada, Red), kelompok tidak diberi tahu mau (ada gorong-gorong, Red) direhab,” sesalnya.

Petani lainnya di Patalan, Dariyati mengaku tidak kesulitan dengan minimnya air. Sebab perempuan 41 tahun ini menanam jagung dan tidak membutuhkan siraman air yang banyak. “Saya juga harus kapai diesel, tapi nggak perlu banyak air,” ucapnya.

Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Bantul Yitno menekankan, seharusnya petani mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Dijelaskan pula, pandemi Covid-19 membuat pertemuan atau sosialisasi tatap muka menjadi terbatas. “Kami sudah mengundang perwakilan warga. Tapi mungkin bapak yang mengeluhkan minimnya aliran air ke sawahnya itu kemarin tidak ikut,” jelasnya.

Selain itu dipaparkan, masa tanam di Bumi Projotamansari terbagi menjadi tiga. Masa tanam pertama mulai Oktober sampai Januari. Kemudian masa tanam kedua sampai Juli. “Juli sampai September sudah masa tanam ketiga. Kalau menurut keputusan bupati, mesti tana, palawija. Jangan menanam padi. Karena risiko penumpang, petani kalau gagal panen,” ujarnya. (fat/pra)

Jogja Raya