RADAR JOGJA – Alat pendeteksi dini GeNose C19 tengah menjajaki tahapan sertifikasi nasional. Proses diawali dengan penentuan nilai standardisasi oleh tim komite teknis Badan Standardisasi Nasional (BSN). Untuk kemudian menjadi parameter dalam penentuan produksi GeNose C19 oleh PT Swayasa Prakarsa.

Direktur Utama PT Swayasa Prakarsa Iswanto menegaskan, standardisasi ini menjadi jaminan. Berupa standar baku quakity control (QC) untuk setiap produk yang keluar. Untuk kemudian didistribusikan ke sejumlah fasilitas kesehatan dan fasilitas umum.

“Sebenarnya parameternya telah kami tetapkan untuk QC produk kami. Sehingga saat keluar ada jaminan yang harus diberikan oleh produsen. Nah standardisasi oleh BSN ini untuk meningkatkan kualitas GeNose akan lebih baik,” jelasnya ditemui di University Club UGM Jogjakarta, Jumat (30/4).

Standardisasi GeNose C19 telah berlaku sejak awal produksi. Berlanjut saat persiapan proses pemeriksaan dan menangkap hembusan yang dikeluarkan penderita Covid-19. Hingga deteksi hasil ciuman sensor dengan artificial inteligent.

Iswanto menegaskan standardisasi telah menjadi acuan baku. Seperti menentukan jenis dan volume kantong hembusan. Termasuk sterilitas lokasi perakitan selama proses produksi. “Secara informal belum punya sertifikat tapi prosesnya tetap sesuai standarisasi. Belum karena acuannya SNI juga belum tersedia. Tapi dengan diskusi komite teknis di BSN nanti ada kualifikasinya,” katanya.

Walau begitu, Iswanto memastikan GeNose C19 telah mengantongi izin edar dari Kemenkes. Termasuk menjalani sejumlah rangkaian uji diagnostik. Seperti akurasi yang mencapai 89 hingga 92 persen, lalu sensifitas hingga spesifitas diatas 92 persen.

“Untuk memperkuat proses, menjaga kualitas produksi, memperkuat sistem kualitas manajemen yang dibangun, lalu branding maka SNI perlu. Semakin kuat karena dibuat dengan standar prosedur yang sudah dibakukan,” ujarnya.

Tak terhenti pada sertifikasi nasional. Iswanto menuturkan Kemenkes turut membentuk tim validasi eksternal. Fungsinya untuk memastikan fungsi dan akurasi GeNose C19 dalam mendeteksi Covid-19. Tim ini terdiri dari tiga civitas yang berasal dari luar UGM Jogjakarta. Mulai dari Universitas Andalas, Universitas Airlangga dan Universitas Indonesia. Validasi eksternal ini guna memastikan penilaian dan kajian yang objektif terhadap GeNose C19.

“Tim validasi eksternal itu diluar kita, ditunjuk oleh Kemenkes. Jadi nanti melakukan uji validasi, ada Unair, Universitas Andalas dan UI,” katanya.

Kepala BSN Kukuh S. Achmad menegaskan, sertifikasi GeNose C19 sangatlah penting. Tujuan pertama memberikan perlindungan masyarakat dari aspek kesehatan, keamanan, keselamatan dan pelestarian lingkungan. Kedua untuk meningkatkan daya seaing produk nasional di pasar domestik maupun global.

Terkait perlindungan kesehatan menjadi titik utama. Terlebih fungsi GeNose C19 untuk mendeteksi Covid-19 dalam tubuh. Apabila tak sesuai standar maka fungsi pendeteksian menjadi tak optimal. “Standardisasi sangat penting untuk memastikan bahwa tidak hanya aspek safety tapi juga performancenya. Sehingga perlu ada dialog untuk memikirkan poin apa yang menjadi acuan sebagai SNI,” ujarnya.

Untuk waktu, Kukuh belum bisa memastikan. Hanya saja identifikasi telah berjalan dengan melibatkan tim dari PT Swayasa Prakarsa. Tujuannya  mengetahui standardisasi pembentuk GeNose C19. Mulai dari sensor, kantong plastik dan perlengkapan lainnya. Selama proses sertifikasi dan standardisasi, proses produksi masih bisa berjalan. Apalagi tim GeNose C19 memiliki acuan baku dalam menyusun setiap unit mesin. Walau begitu tetap ada kalibrasi dan pengujian komponen apabila acuan standarisasi telah siap.

“Pertama akan development SNI seperti apa, kalau sudah ada SNI maka yang bisa memastikan dipenuhi adalah laboratorium atau lembaga sertifikasi, tergantung parameter apa yang disepakati. Kalau lamanya waktu belum tahu, tapi makin cepat makin baik,” katanya. (dwi/ila)

Jogja Raya