RADAR JOGJA – Kasus kredit fiktif yang menimpa Bank Jogja menjadi evaluasi tajam kalangan legislatif DPRD Kota Jogja. Pasca kasus ini, kalangan dewan segera memanggil jajaran direksi pada awal April mendatang.

Ketua Komisi B  Susanto Dwi Antoro mengatakan, pemanggilan untuk memantau dan meng-update secara kelembagaan terkait proses yang tengah berjalan. Termasuk untuk menyelamatkan aset atau modal yang diberikan oleh Bank Jogja sebesar Rp 27 miliar.

“Karena kami berpandangan unsur pidana dan perdata juga harus berjalan. Sehingga aset secara perdata juga bisa ditarik dan diselamatkan,” kata Susanto Dwi Antoto kepada Radar Jogja Senin (29/3).

Dikatakan, info yang didapat sempat terjadi rush penarikan aset di angka Rp 30 miliar pasca pemberitaan soal ini. “Tapi ini belum kami terima informasi sepenuhnya. Akan kami tanyakan ke Bank Jogja,”  tambahnya.

Antoro menjelaskan, kasus ini diakuinya berdampak pada kerugian pendapatan asli daerah (PAD) Kota Jogja. Yang harusnya secara berhitung dari plan bisnis pada 2020 sudah bisa ditetapkan keuntungan dari jumlah nilai kredit, namun di akhir tahun Bank Jogja masih bisa memberikan laba untuk Pemkot Jogja. Diharapkan Bank Jogja yang sudah menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), kemudian bisa memberikan PAD Kota Jogja.

“Tapi prinsipnya penarikan yang dimasalahkan ini bisa kembali, akan sangat menguntungkan. Tapi pada posisi saat ini dari laporan sepintas Bank Jogja masih aman (kondisi keuangannya),” ujarnya.

Pasca kasus ini, ada beberapa catatan yang perlu dievaluasi agar tidak mengulang kasus yang diklaim baru pertama ini. Fokus evaluasinya adalah terkait manajemen ketika menentukan nilai kredit dan nasabah-nasabahnya. Sebab, analisa yang dilakukan ketika bekerjasama tidak mengkroscek sampai ke pusat, melainkan hanya melalui cabang yang ada di Kota Jogja. Dan, tidak ada kejelian terkait analisa kredit itu.

“Kemudian sampai ratusan orang yang dianggap by name ini kan jadi masalah. Ke depan ini akan menjadi evaluasi tajam karena ternyata teman-teman di perbankan tidak hanya mengejar jumlah pinjaman, tapi juga harus berhati-hati siapa yang meminjam. Ini juga harus dianalisa,” jelasnya.

Terpisah, ketika dikonfirmasi terkait terjadinya rush penarikan aset Bank Jogja di angka Rp 30 miliar,  Ketua Dewan Pengawas Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jogja Aman Yuriadijaya mengaku akan menginfokan lebih lanjut.  “Saya perlu komunikasi dulu. Nanti saya infokan lagi,” katanya, usai rapat paripurna di DPRD Kota Jogja.

Sementara itu, aktivis Jogja Corruption Watch (JCW) Baharuddin Kamba mengapresiasi langkah hukum Kejati DIJ dengan menetapkan dua tersangka dan melakukan penahanan dalam kasus ini. Harapannya dengan ditetapkannya dua tersangka akan membuka tabir yang sebenar-benarnya.

Dikatakan, patut ditelusuri pula kasus serupa di bank lain, khususnya pelat merah untuk diusut tuntas oleh penegak hukum. Ini agar equality before the law berjalan sebagaimana mestinya tanpa tebang pilih.

JCW juga berharap kepada pimpinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIJ agar transparan terhadap enam bank yang diduga kesandung kasus mirip Bank Jogja. Jangan ada yang ditutup-tutupi.  “Hal ini penting agar terjaga kondisivitas pelayanan perbankan, khususnya di DIJ, berjalan dengan baik,” harapnya. (wia/laz)

Jogja Raya