RADAR JOGJA – Kebijakan larangan mudik tidak sejalan dengan upaya pelaku usaha angkutan umum menyongsong Lebaran di masa pandemi Covid-19. Industri transportasi menjadi salah satu yang paling terdampak atas kebijakan dari pemerintah pusat ini.
Humas Organda (Organisasi Angkutan Darat) DIJ Budi Haryanto mengatakan, sebanyak 1.000 lebih angkutan pariwisata, baik antarkota antarprovinsi (AKAP) maupun antarkota dalam provinsi (AKDP) dari berbagai jenis angkutan bakal terdampak dengan dikandangkan lagi. Seperti halnya tahun 2020 lalu saat awal pagebluk korona.
“Ya hanya menangis, tempo hari sempat ada pernyatan mudik tidak dilarang, teman-teman sudah bersiap menyongsong arus mudik dengan segala kemungkinan aturan yang bakal harus diikuti,” katanya kepada Radar Jogja Minggu (28/3).
Budi menjelaskan, Idul Fitri ditargetkan menjadi momentum untuk meningkatkan perjalanan. Maka, mulai disiapkan berbagai upaya untuk meminimalisasi terjadinya paparan Covid-19. Namun belum sampai pada tahap pelaksanaan upaya itu, sudah ada informasi larangan mudik Lebaran 2021.
Dikatakan, semestinya tidak ada larangan mudik tahun ini. Pemerintah hanya perlu memperketat penerapan protokol kesehatan (prokes) Covid-19 sedemikian rupa pada perjalanan melalui stasiun, terminal, atau bandara. Meskipun sejauh ini Organda telah menyiapkan prokes ketat dalam setiap angkutannya. Baik pembatasan kapasitas seat, jaga jarak, hand sanitizer, masker, dan lain-lain.
“Setidaknya ada kelonggaran kebijakan yang diatur agar membuat pengusaha transportasi menjadi bergairah. Sebatas hanya untuk bangkit, yang penting transportasi bisa jalan. Kayak pesawat, kereta api tetap saja jalan dengan aturan sedemikian rupa. Lha yang darat siap kok kalau harus diatur, yang penting bisa bekerja,” tandasnya.
Transportasi darat menjadi yang paling terdampak diakuinya lantaran momentum Lebaran selalu mendapat pesanan untuk carteran atau rombongan besar. Meski pandemi pun, bakal dijalankan sesuai prokes. Sebab, pengalaman tahun lalu tidak ada perjalanan satupun atau 0 persen saat momentum mudik Lebaran karena kebijakan yang sama.
“Waktu mudik tahun kemarin 100 unit bus pariwisata tidak bisa jalan. Apalagi kalau dilarang, bakal terulang lagi,” jelasnya. Biasanya dalam kondisi normal bus-bus besar dari Jogja berangkat ke Jakarta dalam keadaan kosong untuk menjemput carteran atau penumpang.
Asumsinya, meskipun jika dijalankan kala momentum mudik Lebaran masa pandemi, tidak bisa menutup biaya operasional. Setidaknya transpotasi publik diharapkan bisa dijalankan. Dalam satu bus dengan jumlah 50 seat, masa pandemi diisi 70-80 persen penumpang. “Kalau dilarang, ya otomatis nggak mungkin lagi bawa rombongan besar dari Jakarta,” cetusnya.
Dia hanya berharap para pemangku kebijakan justru bisa mempromosikan pariwisata tetapi dengan ketentuan prokes ketat. Sehingga tidak ada pihak yang saling dirugikan dengan kebijakan larangan mudik itu. “Suka tidak suka, semua pelaku industri pariwisata, transportasi, hotel dan macam-macam, ya seperti ini kondisinya,” keluhnya. (wia/laz)

Jogja Raya