RADAR JOGJA – Gubernur DIJ Hamengku Buwono X mengaku tidak bisa memenuhi tuntutan upah minimum sebesar Rp 3 juta dari serikat pekerja. Sebab, upah minimum ditentukan dari kondisi perekonomian daerah dan hasil perundingan antara pengusaha, serikat pekerja, dan dewan pengupahan.
“Rp 5 juta pun belum layak ya kalau butuhnya Rp 10 juta. Tapi bagaimana kita bisa menaikkan itu (UMP), tergantung negosiasi. Pengusaha maunya serendah mungkin, karyawan maunya setiggi mungkin,” ucap HB X di Kompleks Kepatihan, Selasa (3/11).
Gubernur tidak bisa memenuhi tuntutan itu karena penentuan upah minimum adalah berdasarkan hasil kesepakatan dan negosiasi antara dewan pengupahan, serikat pekerja, dan pengusaha. “Di sini bukan dalam arti saya mengeluarkan keputusan bukan karena saya sendiri. Dasarnya kan kesepakatan yang dicapai. Saya hanya bergenosiasi, tidak bisa menentukan sendiri. Bagi saya tidak logis kalau Rp 3 juta. Kan harus dari hasil kesepakatan,” jelasnya.
Keputusan untuk menaikkan UMP sebesar 3,54 persen merupakan hasil koordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan kesepakatan Dewan Pengupahan Daerah. “Ekonomi tumbuh 3,34 persen. Pertumbuhan itu yang kami negosiasikan, dengan kesepakatan Dewan Pengupahan diterima, 3,54 persen,” katanya.
HB X menjelaskan, UMP hanya diberlakukan bagi pekerja yang memiliki masa kerja belum sampai satu tahun. Setelah menempuh setahun masa kerja, pemberi kerja harus memberi upah di atas ketentuan UMP.
“Sedangkan faktanya biar pun kita memutuskan Rp 1,8 juta, itu kan bagi pekerja yang baru. Bukan seluruh pekerja. Pekerja baru yang belum punya masa kerja kurang dari setahun. Berarti apa yang sudah lebih satu tahun kan di atas UMP,” paparnya.
Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIJ Irsyad Ade Irawan menjelaskan, fenomena pekerja yang menerima gaji di bawah UMP meski telah bekerja lebih dari setahun masih ditemui. “Dulu kami pernah membawa saksi di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) tahun 2017, yang gajinya masih tetap sebesar upah minimum walau sudah bekerja puluhan tahun,” ungkapnya.
Di samping itu, upah minimum juga mempengaruhi besaran penghitungan struktur dan skala upah. Itu didasarkan pada jabatan, masa kerja, pendidikan, golongan, serta kemampuan atau kompetensi masing-masing karyawan.
Irsyad mencontohkan, karyawan menerima upah tambahan sebesar 10 persen dari upah minimum setelah bekerja selama lima tahun. Angka 10 persen itu tidak ada artinya jika UMP hanya berkisar Rp. 1,8 juta. Artinya karyawan hanya menerima tambahan upah Rp. 180.000, padahal KHL DIJ rata-rata mencapai Rp. 3 juta.
“Jadi upah minimum yang mencapai KHL tetap memengaruhi kesejahteraan pekerja secara luas, tidak terbatas pada pekerja lajang yang masa kerjanya kurang dari satu tahun,” tandas Irsyad. (tor/laz)