
DILANJUTKAN PEKAN DEPAN: Sidang kasus penjualan rumah pasutri Agus Artadi dan Yenny Indarto di Pengadilan Negeri (PN) Kota Jogja, Senin (19/10). (SETIAKY A KUSUMA/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Sepasang pasutri Agus Artadi dan Yenny Indarto yang menjual tanah dan bangunannya sendiri justru dipidanakan. Keduanya tengah diperiksa di Pengadilan Negeri (PN) Kota Jogja, Senin (19/10).
Di hadapan Majelis Hakim, terdakwa Yenny Indarto menuturkan awal terjadinya kasus jual beli tanah beserta bangunan yang terletak di Jalan Magelang 14, Cokrodiningratan, Kapanewon Tegalrejo, Kota Jogja itu. Awalnya penjualan dilakukan saat rumah yang masih ditempatinya hingga kini itu dijadikan agunan pinjaman di Bank BPD Cabang Sentolo, Kabupaten Kulonprogo.
“Sebenarnya yang diagunkan dua bidang tanah, tapi untuk tanah yang ada di Jalan Solo dapat diselesaikan dan kembali,” jelasnya.
Sedangkan tanah beserta bangunan milik Yenni yang ada di Jalan Magelang diagunkan untuk kredit sebesar Rp 4,3 miliar. Dalam perjalanan angsuran kredit, mengalami kendala. Mulai tahun 2017 usahanya mengalami fluktuasi berat sehingga angsuran seret.
Dia membenarkan, selanjutnya pihak bank memberi peringatan agar segera dilakukan pembayaran dengan tertib. Kemudian berakhir dengan penjualan.
“Sebelum dilelang ada beberapa calon pembeli dan akhirnya yang membeli adalah Julia, seharga Rp 6,5 miliar,” katanya.
Selanjutnya, kata Yenny, semua urusan penjualan diarahkan oleh pimpinan Bank BPD Cabang Sentolo. Dalam akta jual beli, tertulis penjualan senilai Rp 3,5 miliar atas saran pimpinan Bank BPD Cabang Sentolo waktu itu yang disebutnya bernama Inna.
“Kesepakatan Rp 6,5 miliar. Penentuan harga di BPD saya setuju, manut saja. Cara pembayarannya? Tidak diatur, saya manut Bu Ina. Kewajiban di BPD Rp 5 miliar, sisanya tidak dibicarakan karena diatur Bu Ina dan notaris. Itu yang saya pegang agar cepat selesai dan lunas,” tutur Yenny di depan Majelis Hakim.
Namun masih ada kekurangan uang sebesar Rp1,5 miliar dari penjualan rumahnya yang belum dibayarkan.
“Katanya kemudian sudah dibayarkan, itu bohong,” ujarnya.
Oleh karena itu pihaknya masih menghuni rumahnya di Jalan Magelang 14, karena pembayaran oleh pembeli belum selesai. Dia mengaku tidak tahu bagaimana sertifikat HGB rumahnya itu bisa balik nama ke pembeli. Dalam persidangan tersebut, Majelis Hakim PN Kota juga memeriksa suami Yenny, Agus Artadi. Kedua terdakwa ini didampingi penasihan hukum Oncan Poerba.
Keduanya didakwa telah menabrak pasal 167 ayat 1 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Usai persidangan, Oncan mengatakan, ada beberapa fakta menarik dalam persidangan ini. Di antaranya munculnya dokumen-dokumen yang tidak pernah dikeluarkan oleh terdakwa dan yang sebenarnya sudah ditarik. Berkaitan dengan itu, maka pihak Yenny dan Agus Artadi akan melaporkannya ke polisi.
Sementara itu mantan Kepala Bank BPD Cabang Wates Christina menyatakan proses jual beli bisa berjalan karena notaris sudah melengkapi semua prosedur dan persyaratannya.
“Utang para terdakwa di Bank BPD Cabang Wates macet sebesar Rp 4,8 miliar. Karena itu diupayakan penyelesaian dengan penjualan tanah bangunan yang dijaminkan,” jelasnya.
Notaris/PPAT Anom Junprahadi menegaskan proses jual beli tanah beserta bangunannya milik Agus Artadi di Jalan Magelang, Sleman senilai Rp 6,5 miliar bisa diproses setelah bank menyatakan hipotek atas tanah dan bangunan itu lunas dan roya sudah diangkat.
“Jual beli bisa diproses karena bank menyatakan tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya yang sebelumnya dijaminkan di bank sudah lunas,” katanya.
Dia menambahkan,, Akta Perikatan Jual Beli (PPJB) maupun Akta Surat Kuasa menjual dilakukan bersamaan pada 27 September 2018.
“Bisa diproses karena bank menyatakan tanah/rumah yang dijaminkan terdakwa lunas dengan surat roya, yang kemudian diurus di BPN, sedang Akta Jual Belinya diproses di PPAT Siti Andarti,” bebernya.
Setelah mendengar keterangan dua saksi, Majelis Hakim PN jogja, kemudian menunda sidang lanjutan hingga pekan depan. (sky/tif)