RADAR JOGJA – Pasca terpaparnya Covid-19 di kelompok komunitas Malioboro, pedagang kaki lima (PKL) yang berusia lanjut (lansia) dihmbau untuk tidak berjualan. Aktivitas berjualan bisa digantikan oleh anak, saudara atau keluarga lain yang masih muda dan sehat.

Wakil Wali Kota Jogja Heroe Poerwadi (HP) mengatakan, upaya ini semata untuk mencegah para lansia terpapar Covid-19. Ini karena lansia merupakan kelompok rentan berpotensi tertular. “Pedagang yang berusia lanjut dan punya riwayat penyakit, kami minta tidak jualan dan digantikan anak atau keluarga lainnya yang muda dan sehat,” katanya Senin (5/10).

Selain itu, pedagang yang sedang tidak sehat dilarang berjualan dulu. Diminta untuk istirahat di rumah. Setiap pedagang juga diminta melakukan penerapan protokol kesehatan (prokes) yang telah dikoordinasikan oleh setiap komunitasnya. “Semua harus menjaga dengan pakai masker, berjaga jarak dan menhindari kerumunan,”  ujarnya.

Pemkot Jogja dalam hal ini juga sudah mengerahkan personel dari Satpol PP Kota bekerjasama dengan DIJ untuk mengondisikan Malioboro. Selain itu melakukan operasi yustisi dengan langsung menindak warga dan pelaku usaha yang kedapatan tidak menjalankan prokes. “Kami ingatkan kalau masih ngeyel, ya mau nggak mau kami tindak dengan sanksi sosial atau denda,” jelasnya.

Operasi yustisi ini akan dilakukan secara terus menerus. Tujuannya memberikan efek jera dan shock therapy bagi masyarakat yang melanggar proeks. “Itu kami lakukan tidak hanya di kawasan Tugu, Malioboro, Alun-Alun Utara atau Keraton, tetapi juga di seluruh ruas jalan di Kota Jogja,” tambahnya.

Terpisah, Kepala UPT Malioboro Jogja Ekwanto sudah melakukan imbauan tidak cukup satu atau dua kali saja kepada komunitas PKL. Imbauan juga diserukan melalui forum-forum kecil agar bisa mengedukasi PKL yang berusia lanjut antara usia 50-60 tahun untuk tidak dulu berjualan di Malioboro. Ini karena rentan penularan Covid-19 dan imunnya lebih rendah daripada yang muda.

“Kami tidak semata-mata melarang. Mereka ini rawan terhadap OTG yang kelihatan enggak sakit tapi carier. Kami khawatirkan di situ. Jadi lansia melalui komunitas masing-masing dari sekup, kami mohon untuk memberikan pengertian,” jelasnya.

Menurutnya, saat ini para PKL lansia sudah terlihat berkurang banyak yang berjualan di Malioboro dibandingkan sebelum munculnya kasus PKL yang meninggal akibat Covid-19. Persentase PKL Malioboro yang kategori lansia sekitar 10 persen dari 2.500-an total PKL di Malioboro. “Mereka secara kesadaran sendiri sudah tidak jualan, yang sepuh-sepuh sudah berkurang,” katanya.

Dikatakan, beberapa waktu lalu sebelum ada yang meninggal banyak sekali yang lansia berjualan. “Sekarang sudah berkurang banyak. 50-60 itu sudah kami imbau untuk tinggal di rumah. Yang di Malioboro mungkin bisa keluarganya, anaknya dan sebagainya,” katanya

Wakil Ketua Koperasi Tri Dharma, Paul Zulkarnaen mengatakan para pedagang lansia secara kesadaran sendiri sudah tidak berjualan. Khusus PKL anggotanya yang berjumlah sekitar 900-an pedagang. Dari 10-15 persen merupakan lansia sudah digantikan berjualan oleh anak, saudara, keluarga atau karyawannya.

“Lansia-lansia sudah digantikan dengan anak atau saudaranya. Tapi karena pemiliknya itu yang lansia, biasanya mereka ke sana tinggal datang untuk mengontrol, tidak full berjualan, karena ada karyawannya,”  katanya. (wia/laz)

Jogja Raya