RADAR JOGJA – Tim peneliti UGM berhasil mengembangkan sistem peringatan dini gempa bumi. Alat tak bernama ini mampu mendeteksi dan memberikan peringatan gempa. Bahkan sistem ini diklaim bisa memprediksi terjadinya gempa bumi yang akan terjadi 1 hingga 3 hari sebelumnya.

Alat yang masih dalam pengembangan ini mampu memprediksi gempa dari Sabang hingga Nusa Tenggara Timur. Sistem yang dikembangkan mengadaptasi early warning system (EWS). Teknis kerjanya berdasarkan perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah. 

“Dari EWS gempa alogaritma yang kami kembangkan bisa tahu 1 sampai 3 hari sebelum gempa. Jika gempa besar diatas 6 SR sekitar 2 minggu sebelumnya alat ini sudah mulai memberikan peringatan,” jelas Ketua tim riset Laboratorium Sistem Sensor dan Telekontrol Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM Sunarno, Senin (28/9).

Sunarno menjelaskan secara detil konsep sistem ini. Pemanfaatan konsentrasi gas radon dan level air tanah memiliki alasan kuat. Kedua elemen ini adalah anomali alam sebelum terjadinya gempa bumi.

Sunarno menjelaskan kedua elemen ini memiliki aktivitas aktif. Terlebih saat akan terjadi gempa di lempengan. Paparan gas radon alam dari tanah meningkat secara signifikan. Demikian juga permukaan air tanah naik turun secara signifikan.

“Dua informasi ini dideteksi oleh alat EWS  dan akan segera mengirim informasi ke handphone tim. Selama ini informasi sudah bisa didapat 2 atau 3 hari sebelum terjadi gempa di antara Aceh hingga NTT,” katanya.

Pengembangan alat berawal pada pertengahan 2018. Tim melakukan penelitian tentang konsentrasi gas radon dan level air tanah sebelum terjadinya gempa bumi. Munculah algoritma prediksi sistem peringatan dini gempa bumi.

Penelitian ini menghabiskan sejumlah peringatan pra gempa. Mulai dari gempa di Barat Bengkulu (26/8), Barat Daya Sumur-Banten (26/8, Barat Daya Bengkulu (29/8). Ada pula gempa di Barat Daya Sinabang Aceh (1/9), Barat Daya Pacitan (10/9), Tenggara Naganraya-Aceh (14/9) dan daerah lainnya.

Sistem peringatan dini gempa ini telah digunakan untuk memprediksi gempa. Setidaknya ada lima stasiun pantau di DIJ yang telah terpasang EWS. Alat ini mampu mengirim data setiap lima detik.

“Lima stasiun EWS ini masih di sekitar Jogjakarta. Jika seandainya terpasang di antara Aceh hingga NTT kami dapat memperkirakan secara lebih baik, yakni dapat memprediksi lokasi lebih tepat atau fokus,” ujarnya.

Indonesia, lanjutnya, berada pada posisi rawan. Secara geologis, tercatat ada tiga lempeng tektonik dunia. Sehingga menjadikan posisi ini rentan terjadi gempa bumi. Terbukti adanya 11.473 gempa bumi selama 2019.

“Dari total tersebut, gempa dengan magnitudo diatas 5,0 terjadi sebanyak 344 kali. Gempa-gempa tersebut tak hanya menyebabkan ratusan korban luka, tetapi juga merusak ribuan bangunan tempat tinggal dan fasilitas umum,” katanya. (dwi/tif)

Jogja Raya