RADAR JOGJA – Jiwa seni sudah mengalir dalam tubuhnya. Sejak belia, ia sudah menorehkan prestasi di dunia seni wayang kulit. Mendapat julukan Dalang Cilik Kulonprogo, bocah asal Dusun Nglotak, Kalurahan Kaliagung, Kapanewon Sentolo, Kulonprogo, bernama Djanggan Purbo Djati ini akan mewakili DIJ dalam Festival Dalang Cilik tingkat Nasional 2020.

HENDRI UTOMO, Kulonprogo, Radar Jogja

SEPENGGAL kisah Patih Udawa yang sedang bersitegang dengan Durmagati ditampilkan dengan ciamik oleh Djanggan, di padepokan atau tempat latihan mandiri di rumahnya, Dusun Nglotak, RT 47 RW 24, Kamis (3/9).

Meskipun masih berumur 12 tahun, ia mampu melafalkan suara Durmagati yang cempreng dan suara berat Patih Udawa dengan lancar. Ia juga tidak canggung saat tampil disaksikan sejumlah orang yang datang ke tempatnya latihan.

Yen ngono kowe wani karo aku. Apa mu sek tak wedeni?(Kalau begitu kamu berani sama aku. Apa darimu yang saya takuti? Red),”  pekik Djanggan saat memerankan percapakan dua tokoh wayang di tangan bocah yang masih duduk di Kelas VI SD N 3 Pengasih itu.

Perkelahianpun tak terhindarkan, Durmogati dan Patih Udawa saling pukul dan serang menggunakan tenaga dan berakhir dengan kemenangan Udawa. Sementara Durmagati keok, memilih kabur menyelamatkan diri.

Muhammad Yasin, ayah Djanggan mengungkapkan, putranya memang sudah senang dengan wayang sejak kecil. Anak bungsu dari empat bersaudara ini beberapa kali mengikuti lomba dalang cilik, mulai tingkat kabupaten sampai provinsi. Di kabupaten, berhasil meraih juara III pada tahun 2018, juara II (2019) dan juara I pada tahun ini.

Atas prestasi itu, Djanggan berhak mewakili Kulonprogo maju dalam festival tingkat DIJ yang digelar akhir Agustus lalu. Membawakan lakon Cupu Manik Astagina, penampilan Djanggan mampu memukau juri hingga akhirnya menjadi juara utama dan akan mewakili DIJ dan festival serupa di tingkat nasional.

Alhamdulillah kemarin jadi juara satu. Rencananya akhir September 2020 ini akan mewakili DIJ maju ke festival tingkat nasional,” ungkapnya.

Ditambahkan, selain mengikuti lomba, ia juga rutin mementaskan wayang kulit dalam kegiatan merti desa dan perayaan kemerdekaan Indonesia di kalurahan setempat. Djanggan juga pernah ikut dalam program wayang masuk sekolah yang digelar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Kulonprogo.

Bakat Djanggan ternyata tidak menitis dari orang tuanya. Dalang cilik pengagum tokoh Gatotkaca ini sudah terpikat seni pedalangan sejak usia dua tahun. “Secara tak sengaja saya melihat Djanggan menata pecahan genting di teras rumah. Ia kemudian memainkan pecahan itu selayaknya eorang dalang yang sedang pentas,” ujarnya.

Ditegaskan Yasin, keahliannya memainkan wayang kulit bukan berasal darinya. Juga bukan turunan dari ibunya atau istrinya, Ngatiyem. “Saya sebenarnya juga heran, Djanggan itu dulu bisa suka wayang kulit sampai bisa jadi dalang kaya gini itu dari siapa. Saya saja bukan dalang, ibunya apalagi,” ungkapnya.

Ibunda Djanggan, Ngatiyem, 55, menuturkan, anaknya sejatinya memiliki bakat seni namun bakat itu ada di seni lukis. Ayahnya merupakan lulusan Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Jogja. Tiga kakak Djanggan yang kini sudah mentas dan berkeluarga juga tidak ada satupun yang menjadi dalang seperti Djanggan. “Kakak-kakaknya juga lulusan SMSR, tapi tidak ada yang bisa mendalang,” katanya.

Ngatiyem dan Yasin pun sebenarnya tak pernah membayangkan si bungsu menjadi seorang dalang cilik seperti saat ini. Mereka mulanya juga tidak bermimpi dan berusaha menjadikan Djanggan sebagai dalang. “Djanggan memilih jalan hidupnya. Berawal dari memainkan pecahan genting dan dedaunan kering yang dirangkai sedemikian rupa menjadi wujud wayang, kini ia sudah mulai pentas di mana-mana,” ucap Yasin.

Bakat mendalang Djanggan kian terlihat. Yasin dan Ngatiyem pun akhirnya menyadari dan mencoba mencarikan pelatih untuk anaknya. Djanggan yang masih duduk di kelas 2 SD akhirnya diarahkan ke salah satu sanggar pedalangan di Kulonprogo. Pencarian belum membuahkan hasil, hingga akhirnya singgah di salah satu sanggar di Bantul.

“Sudah muter-muter Kulonprogo tapi tidak ketemu sanggar yang khusus untuk dalang cilik. Saya kemudian mencari informasi ke temen-temen dan diarahkan ke sanggar khusus dalang cilik di wilayah Bantul,”  ujar Yasin.

Dijelaskan, sanggar itu bernama Ayodyda, milik Mbah Juwaroyo. Lokasinya di Dusun Sembungan, Bangunjiwo, Bantul. Kurang lebih satu tahun Djanggan berlatih di sanggar itu. “Setiap Sabtu, pulang sekolah saya antar ke Bantul dan pulang magrib. Tapi setahun latihan akhirnya berhenti, sebab saya sendiri sudah capek antar jemput sampai sana,”  jelasnya.

Rehat berlatih di sanggar, Yasin tidak ingin bakat anaknya pudar. Hal itu yang membuatnya membulatkan tekad untuk membuat tempat khusus latihan Djanggan di salah satu ruangan rumahnya. Ruangan berdinding triplek tiga kali empat meter persegi itu menjadi tempat Djanggan menempa bakat.

“Pelbagai peralatan pementasan wayang kulit, mulai dari blencong (lampu minyak), kelir (layar besar), debog (alat untuk menancapkan wayang), kendang, keprek atau kecrek dan tentunya tokoh-tokoh wayang kulit kami sediakan. Ini sebetulnya ruang belajar dan saya setting ulang menjadi tempat latihan mandiri buat Djanggan,” katanya.

Beberapa tahun kemudian, muncul sanggar khusus dalang cilik di Kulonprogo yang didirikan dalang senior Ki Suranto Hadi Sucipto, tepatnya di wilayah Sentolo. Selain berlatih sendiri di rumah, Djanggan tekun mengasah kemampuannya di sanggar tersebut hingga saat ini.

Djanggan mengatakan, setiap memainkan wayang, ia merasa bahagia dan ada kepuasan tersendiri. Khususnya saat menampilkan adegan pertempuran yang dianggapnya sebagai adegan seru dan menantang. “Saya tidak tahu kenapa saya suka wayang, ya senang saja,”  ucapnya.

Djanggan menegaskan, ia ingin menjadi dalang profesional seperti idolanya Ki Seno Nugroho. Ia juga mengaku bangga bisa ikut melestarikan seni tradisional, khususnya seni wayang. “Kalau sering latihan gak sulit kok. Cita-cita pingin menjadi dalang kondang seperti Ki Seno Nugroho yang lengkap, sabetannya bagus dan penokohannya hebat, juga mampu melucu dengan pas,” tandasnya. (laz)

Jogja Raya