RADAR JOGJA  – Setelah Balai Konservasi Borobudur (BKB) melarang pengunjung naik ke candi 16-29 Maret, Candi Borobudur kemarin (16/3) disemprot disinfektan. Hal ini diperlukan untuk meminimalisasi penularan Covid-19.

Kepala Seksi Konservasi BKB Yudi Suhartono menjelaskan, pihaknya memesan khusus cairan disinfektan sekaligus anti-jamur untuk perawatan batuan candi. “Ini menggunakan cairan khusus yang kami pesan. Selain membunuh virus dan bakteri, juga mengandung anti-jamur. Ini sekaligus perawatan batu candi untuk tujuan konservasi,” jelasnya.

Kepala BKB Tri Hartono mengatakan, keputusan ini demi menghambat penularan Covid-19. Penyemprotan disinfektan dilakukan agar petugas tetap bisa melakukan pemeliharaan selama candi ditutup. Ke depan akan dilakukan evaluasi apakah akan dibuka atau terus ditutup mengikuti perkembangan penanganan Covid-19.

“Paling lambat tiga hari sebelum berakhir tanggal 26 Maret, kami evaluasi melihat perkembangan virus korona di Indonesia. Apakah akan diperluas atau bagaimana, menunggu situasi dan kondisi. Karena kita tahu bahwa virus korona sudah menjadi ancaman nasional,” jelasnya.

Berbagai bagian candi tidak luput dari semprotan disinfektan. Terutama bagian-bagian yang sering disentuh oleh pengunjung. Di antaranya handrail, siku, stupa, dan dinding. Pengunjung masih diperbolehkan masuk hanya di area taman.

Mereka dikenakan tiket dengan diskon 50 persen. Beberapa pengunjung menyatakan kekecewaannya karena tidak bisa naik. Agatha Febriana Tambunan, salah satunya. “Saya rencana jauh-jauh mau ke Borobudur. Kali pertama  saya ke Borobudur dan pertama kali tidak bisa naik candi,” ungkapnya.

Begitu juga dengan Rizal yang membawa rombongan dari sebuah perusahaan berkunjung ke Candi Borobudur. “Kami sekitar 24 orang sudah rencana lama mau liburan ke sini. Saya jauh-jauh dari Kalimantan. Ya, kecewa tapi kami bisa mengerti karena mewabahnya virus korona,” jelasnya.

10 Candi di Sleman Tutup

Kunjungan Wisatawan

Dinas Pariwisita (Dispar) Kabuputen Sleman memberlakukan penutupan sementara terhadap 10 candi yang sering dijadikan destinasi wisata. Hal ini sebagai langkah kewaspadaan terhadap penyeberan virus korona di Bumi Sembada. Sepuluh candi yang ditutup itu yakni Candi Prambanan, Sambisari, Gebang, Kalasan, Ijo, Barong, Sari, Kedulan, Ratu Boko, dan Candi Banyunibo.

Kepala Dispar Sleman Sudarningsih menyatakan, sesuai hasil koordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIJ, penutupan kunjungan wisatawan ke beberapa objek candi akan berlangsung selama dua minggu kedepan. Dimulai 16 Maret hingga 29 Maret 2020.

Adanya penutupan sementara di objek candi ini, juga merupakan arahan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait upaya pencegahan virus korona. Penutupan kunjungan objek candi hanya berlaku bagi wisatawan.

Sudarningsih mengakui memang akan berdampak pada penurunan jumlah wisatawan ke Sleman. “Dibatasi selama dua pekan pasti akan berpengaruh terhadap angka kunjungan wisatawan. Tetapi kami kira tidak begitu besar,”  ujarnya saat dikonfirmasi kemarin (16/3).

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Unit Penyelamatan Pengembangan dan Pemanfaatan BPCB DIJ Muhammad Taufik mengatakan, penutupan ke-10 candi di Sleman sudah disesuaikan dengan arahan presiden terkait upaya pencegahan sebaran virus korona di Indonesia. Ia menjelaskan, awalnya hanya ada delapan candi yang diusulkan kepada Dinas Pariwisata Sleman. Namun karena masalah keamanan dan kesehatan pengelola, Candi Prambanan dan Ratu Boko juga diusulkan untuk ditutup.

Taufik menyatakan, penutupan akses bagi 10 situs candi di Sleman ini hanya berlaku bagi wisatawan. Sementara untuk kegiatan penelitian tetap boleh dilakukan.

Dia tak menampik bahwa dampak yang dihasilkan dari penutupan candi ini akan berpengaruh pada kerugian secara ekonomi terhadap masyarakat dan pengelola wisata. Ia berharap agar masyarakat bisa memaklumi hal itu.

“Dengan ditutupnya candi-candi ini memang ekonomi bagi para penjual dan pihak yang berpartisipasi di situ akan melambat. Tapi ini dilakukan sebagai upaya menghentikan perseberan virus korona. Semoga ini tidak berlangsung lama dan masyarakat bisa memaklumi,” ujar Taufik. (asa/inu/laz)

Jogja Raya