
SPARTAN: Pemain tim putri Jakarta Pertamina Energi Agustin Wulandhari (10) gagal mengembalikan bola smes saat menghadapi Jakarta BNI 46 dalam seri ketiga putaran kedua Proliga 2020 di GOR UNY Jogjakarta (13/3).( Guntur Aga Tirtana/Radar Jogj )
RADAR JOGJA – Pandemik virus korona (Covid-19) dapat menjadi berkah bagi Jogjakarta. Pandemik yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) itu dapat menjadi momentum bagi produsen di Jogjakarta untuk tak lagi bergantung dengan produk impor.
Terlebih, wabah korona juga berdampak pada sulitnya produsen memperoleh bahan baku. Terutama bahan baku yang berasal dari Tiongkok, negara awal penyebaran virus korona. Momentum ini merupakan peluang untuk meningkatkan kualitas produk agar konsumen mencintai produk lokal.
Sekprov DIJ Kadarmanta Baskara Aji mengakui telah mendapat laporan adanya gangguan pada produsen yang memiliki ketergantungan komponen dari Tiongkok. ”Kalau dampak ke ekspor, belum dapat laporan. Kalau ketergantungan produksi karena ketergantungan kita pada Tiongkok, sudah ada,” jelasnya Jumat (13/3).
Dia memberi contoh, salah satu usaha yang produksinya terkendala adalah produsen tas. Sebab, mayoritas bahan baku tas diperoleh dan bergantung dari Negeri Tirai Bambu.
”Misalnya kita membuat tas, gesper-nya selama ini disediakan oleh Tiongkok. Kalau tidak bisa impor, otomatis tidak bisa produksi tas. Sedangkan kalau cari gesper di sini, kan juga terbatas,” katanya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIJ Hilman Tisnawan mengatakan, aktivitas impor memang terganggu akibat merebaknya virus korona yang melanda dunia. Terutama impor dari wilayah Tiongkok.
Hal itu berdampak pada perusahaan yang memproduksi sarung tangan di DIJ. ”Misalnya perusahaan sarung tangan. Beberapa komponen seperti plastik dan aksesorinya didatangkan dari Tiongkok,” paparnya.
Saat ini pihaknya sedang berupaya mencarikan alternatif. Yakni, mendatangkan bahan baku dan bahan penolong dari negara lain.
”Karena itu bagian dalam rantai produksi, ini juga sudah ada beberapa alternatif dari negara lain selain Tiongkok yang bisa mensuplai,” tandasnya.
Hilman berharap, kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri. Sebab, DIJ juga memiliki kemampuan untuk memproduksi bahan baku. Hanya saja, bahan baku dari DIJ kalah saing dengan produk Tiongkok yang berharga lebih murah.
”Ini bisa momentum titik balik produsen untuk bangkit menggantikan peran yang dimanjakan oleh impor,” jelasnya.
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Diskop UKM) DIJ Srie Nurkyatsiwi mengatakan, dampak Covid-19 masih sedikit dirasakan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sebab, mayoritas pelaku sektor UMKM mengandalkan produk lokal. Terutama UMKM di sektor kuliner, fashion, dan craft.
”Ini bisa jadi peluang untuk meningkatkan kualitas (produk UMKM). Juga, kesempatan untuk para masyarakat dan konsumen mencintai produk lokal,” paparnya.
Diskop UKM) DIJ mendorong para pelaku usaha untuk memiliki inovasi dalam berkreasi. Selain itu, mampu melakukan adaptasi untuk bisa berdaya saing.
”Kita juga mensinergikan terhadap bahan baku, teknologi, dan pembiayaan. Juga, kita sinergikan dengan beberapa lembaga,” paparnya. (tor/amd)