DWI AGUS/Radar Jogja
JELANG MUKTAMAR: Pameran bertajuk MATJA: Seni Wali-Wali Nusantara dalam rangka Muktamar ke-33 NU, di JNM.
JOGJA – Seni dan Islam selalu berdampingan dan saling mengisi dalam perkembangannya. Inilah yang dihadirkan melalui pameran bertajuk MATJA: Seni Wali-Wali Nusantara. Pameran dalam rangka Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke 33 ini berlangsung di Jogja National Museum (JNM) hingga Kamis besok (30/7).
Ketua pameran Hasan Basri mengatakan, pameran ini bukti bahwa sejatinya Islam dan seni budaya berdampingan. Dalam perjalanannya Islam diperkenalkan melalui syiar yang melibatkan ragam seni budaya nusantara. Alhasil, Islam pun berkembang tanpa meninggalkan kaidah yang telah berlaku.
“Gagasan Muktamar ke-33 NU kali ini dominan tentang kebudayaan. Jika berbicara Islam nusantara, tentu saja berbicara tentang ragam kebudayaan yang ada. Pameran inipun wujud dari muktamar dengan melibatkan puluhan seniman perupa di Indonesia,” kata Hasan Basri saat pembukaan (27/7).
Ia juga berpendapat bahwa berkesenian tidak perlu ada perdebatan mengenai halal atau haram. Hal inilah yang membuat seakan Islam melihat negatif kebudayaan yang ada. Padahal, menurutnya, kesenian dan keberagamaan dua hal yang berbeda.
Meski begitu seni dan agama dapat saling berdampingan, bahkan mengisi. Sehingga pertentangan di antara keduanya wajib untuk dihindari. Hal ini pula yang menjadi salah satu fokus pelaksanaan Muktamar ke-33 NU di Jombang, awal Agustus mendatang.
“Berbicara Islam tanpa menyentuh aspek kesenian di Indonesia tidaklah mungkin. Pada tahun 1970 hingga 1980 sudah banyak bicara tentang ini. Angkatan Gus Dur pun sempat berpendapat bahwa kesenian tidak terbentur dengan aspek keagamaan,” ungkapnya.
Ketua Muktamar NU 33 Imam Aziz menilai NU terus menggalang berbagai kegiatan kemasyarakatan. Termasuk bagaimana kebudayaan mengisi perkembangan Islam di Indonesia. Melalui tema Islam Nusantara ini pula ingin membangun pondasi peradaban Indonesia.
“Tidak hanya peradaban Indonesia bahkan dunia. Banyak dalam kegiatan ini merupakan upaya mengembangkan kebudayaan di masa mendatang. Tidak hanya dalam seni rupa, namun cabang-cabang seni lainnya bahkan rencana juga festoval film,” kata Aziz.
Perupa Nasirun juga terlibat dalam pameran ini. Baginya, turut mengisi agenda seni Muktamar NU 33 merupakan sebuah proses. Dikatakan, pameran ini dapat mengangkat corak perkembangan yang terjadi melalui kacamata seni.
Dengan melibatkan generasi muda tanpa memandang politik. Menurutnya, tema MATJA: Seni Wali-Wali Nusantara sangat menarik. Tidak hanya membatasi seniman dari kalangan NU, bahkan turut melibatkan seniman nonmuslim. Menurutnya, inilah potret sejati dari Islam nusantara sesungguhnya.
Matja sendiri merupakan salah satu tembang karya almarhum Slamet Gundono. Nasirun yang sahabat dekat almarhum pun turut mengabadikan melalui dua karya. Pertama adalah lukisan berjudul Matja Maning dan kedua adalah karya berjudul Perahuku Samuderaku. Karya kedua tersusun dari sebuah perahu dan figur wayang raksasa Slamet Gundono.
Para seniman yang terlibat dalam pameran ini, selain Nasirun, di antaranya Agus Sunyoto, Aan Gunawan, Abas Alibasyah, Abdul Syukur, Agus ‘Baqul’ Purnomo, Agus Kamal, Agus Suwage, Ali Umar, Arahmaiani, Bob Yudhita Agung,dan Bunga Jeruk.
Ada pula Dyan Anggraini, Heri Dono, I Gusti Nengah Nurata, Jupri Abdullah, Dave Lumenta, Marcus Teviant Lebert, Dodi Sandradi, Kibagus Bratady, KH. D. Zawawi Imron, KH. Mustofa Bisri, KH Ahmad Tohari, dan seniman-seniman lainnya. (dwi/laz/ong)

Jogja Raya