
SEJARAH : Pameran temporer bertajuk Sumakala tersaji di Bangsal Pagelaran Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat hingga Januari 2023. (DWI AGUS/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Sumakala, sebuah potret dua Raja Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat tersaji di Bangsal Pagelaran. Hadir dalam wujud pameran temporer yang menyajikan manuskrip dan artefak. Tepatnya era Sri Sultan Hamengku Buwono III (HB III) dan Sri Sultan Hamengku Buwono IV (HB IV).
Pameran temporer ini menyajikan sejarah perjalanan kedua raja. Total keduanya hanya bertahta selama 10 tahun. Sosok HB III yang memimpin 1810-1811 dan 1812-1814 dan HB IV pada 1814 hingga 1822.
“Jika dilihat, pameran kali ini menyajikan sedikit artefak karena memang sedikit yang termanuskrip. Keduanya memerintah cukup singkat, 2 tahun dan 8 tahun. Sehingga nama pameran ini Sumakala,” jelas Penghageng KHP Nitya Budaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat GKR Bendara saat pembukaan pameran, Sabtu (29/10).
Sedikitnya artefak dan manuskrip diakibatkan sebuah peristiwa besar. Tepatnya saat terjadi Geger Sepehi pada medio 1812. Kala itu tentara Inggris dibantu sejumlah pasukan lokal menyerang Keraton Jogjakarta.
Tak hanya berperang, beberapa harta hingga artefak dan manuskrip turut dijarah. Alhasil beberapa peninggalan sejarah hilang dan berpindah tangan. Sehingga tidak banyak yang tersimpan dalam wujud fisik.
“Pameran ini mengedepankan penceritaan pasca peristiwa Geger Sepehi. Dibawah pemerintahan kedua Sultan tersebut memang mengalami saat-saat yang temaram,” katanya.
Dalam pameran temporer kali ini, hadir beragam ilustrasi lukisan. Merupakan penggambaran dari arsip dan manuskrip yang tersisa. Untuk kemudian divisualkan dalam berbagai bentuk.
Mayoritas menggambarkan perjalanan kepemimpinan kedua raja. Mulai dari prosesi naik tahta, dinamika hingga mangkat. Adapula sebuah pohon silsilah keturunan dari kedua Raja Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat ini.
“Momentum ini upaya keraton untuk merekonstruksi ulang kisah-kisah Sultan terdahulu. Meskipun kedua Sultan, yakni Sultan ketiga dan Sultan keempat mengalami kondisi yang sulit,” ujarnya.
Disatu sisi kedua Sultan ini tetap memiliki warisan budaya. Beberapa masih bisa lestari sampai sekarang. Seperti tari Bedhaya Durmakina, Babad Ngayogyakarta, maupun kereta kereta kebesaran dari masing-masing Raja.
Seluruh peninggalan ini tersaji di ruang pameran. Bedhaya dilambangkan dengan sembilan patung manekin perempuan Jawa. Lengkap dengan kain batik yang tersemat. Adapula kereta kuda yang tersaji di ruang pamer paling akhir.
“Disinilah kami mencoba membaca ulang sejarah semasa 1812-1822 dan mewujudkannya dalam bentuk visual. Kerja keratif ini dipilih menjadi media untuk menyelami pemerintahan Sultan ketiga dan Sultan keempat lebih mendalam,” katanya.
Penyelenggaraan pameran berlangsung hingga Januari 2023. Berbagai kegiatan pendukung pameran juga akan digelar. Seperti napak tilas kediaman putra mahkota, menjelajahi ruas penyerangan Geger Sepehi, hingga berbagai diskusi dan loka karya.
“Kami juga menggandeng komunitas untuk bekerjasama dalam penyelenggaraan pameran. Dengan demikian, keterlibatan masyarakat dalam upaya melestarikan sejarah dan kebudayaan semakin luas,” ujarnya. (Dwi)