
KARYA : Pengunjung melihat karya Aris Prabawa dalam pameran bertajuk Daya Bara di Jogja National Museum. (ATHAYA ABIRAMA BELVA WIRYUDA for RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Taring padi merupakan koleksi seni yang sangat penting dalam sejarah seni rupa di Indonesia. Mereka bersumpah akan menggunakan seni sebagai media untuk membela rakyat – rakyat kecil. Terutama dari penindasan pemerintahan yang otoriter.
Salah satunya terlihat dalam pameran karya berjudul Daya Bara. Dapat diartikan sebagai kekuatan atau semangat yang membara. Wujudnyaa dengan menampilkan 52 hasil seni karya.
“Terdiri dari patung dan drawing. Karya dalam jangka waktu tahun 2021-2022. Pameran ini untuk memberi semangat baru bagi saya dan masyarakat dalam menghadapi bencana alam, seperti banjir akibat dari perubahan iklim,” jelas sang seniman Aris Prabawa.
Aris Prabawa lahir di Surakarta, tetapi tumbuh besar di Jogjakarta. Mengemban ilmu di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta. Berlanjut mendirikan Lembaga Kebudayaan Rakyat Padi (TP) pada tahun 21 Desember 1998. Saat ini memilih menetap di Australia.
Pameran tunggal yang bertema Daya Bara berlangsung di Pendopo Ajiyasa Jogja National Museum. Karya dipajang hingga 30 September 2022.
“Konsep pameran dengan tema penjara untuk mengungkapkan tentang suara-suara minoritas. Gagasannya bahwa ekosistem sekarang ini sedang dalam kondisi yang kurang baik,” katanya.
Dia menggambarkan sosok penguasa yang rakus. Tidak ada habisnya mengeksploitasi kekayaan alam untuk kepentingan pribadi. Juga tidak memperdulikan dampak yang akan terjadi pada masyarakat dan lingkungannya.
Dari berbagai karya seninya, Aris selalu vokal. Menampilkan karyanya dengan tema kritik sosial, politik dan isu lingkungan.
“Seni adalah medium untuk membangkitkan kesadaran publik tentang kondisi lingkungannya,” tegasnya. (om30/dwi)