RADAR JOGJA – Seniman Gusmen Heriadi menggelar pameran tunggal bertajuk Belum Selesai. Pameran ini merupakan tonggak 25 tahun dia berkarya dalam dunia seni rupa lukisan. Total ada 150 karya yang dipamerkan dalam di Jogja Gallery hingga 30 November 2021.

Ratusan karya ini merupakan rekam jejak Gusmen dalam berkesenian. Terdiri dari sketsa, drawing, lukisan hingga karya tiga dimensi. Karya-karya ini menyajikan kekayaan teknik dan keberagaman tema yang diusung dalam berkarya.

“Tajuk Belum Selesai ini menandakan pergumulan proses kreatif saat eksplorasi. Tanpa dikekang batas, tema atau sesuatu yang jadi ciri khas. Terpenting adalah tertap terus berkarya,” jelasnya ditemui di Jogja Gallery, Senin (8/11).

Melalui pameran ini, Gusmen mengaku ingin bercerita tentang pentingnya proses. Baginya berkesenian tidak cukup berbicara hasil akhir. Proses perjalanan hingga menjadi sebuah karya, menurutnya juga adalah wujud seni.

Dia sedikit menyoroti era para seniman muda saat ini. Mudahnya akses dan melimpahnya fasilitas membuat proses seakan terlewatkan. Sehingga tidak sedikit para seniman muda yang terfokus pada hasil akhir. Alhasil proses untuk mewujudkan karya menjadi terlupakan.

“Menangkap perjalanan, proses itu penting dalam berkesenian. Era sekarang banyak seniman anak muda serba instan dan punya duit bisa beli cat dan menaburkan karya di kanvas. Mereka merasa sudah jadi seniman tanpa ada proses yang cukup panjang,” katanya.

Untuk karya dalam pameran, Gusmen membagi dalam dua fase. Pertama pada medio 1996 hingga 2004. Dalam fase ini Gusmen menunjukkan keragaman gaya. Tak hanya berpijak pada satu aliran dalam berkarya. Terbukti pada tahun-tahun awal tersebut karya lukisnya hadir dalam realistik, surealistik, kubistik bahkan abstrak.

Fase setelahnya adalah 2005 hingga 2021. Berbeda dengan fase sebelumnya, karya-karya hadir dengan konsep seri tematik. Dalam satu seri terdapat beragam karya. Seri-seri ini diantaranya seri kotak kaca, seri kota, seri kembang alam, seri kabar, seri kitab, seri tamu, seri fashions, seri hening, seri puncak, seri bunyi dan seri semesta intuisi.

“Setelah 2004 masuk 2005 sudah pakai tema dalam berkarya. Acuannya bukan tahun, bisa dalam 3 sampai 4 tema digarap dalam satu tahun,” ujarnya.

Dalam fase ini, Gusmen juga tak fokus dalam satu tema semata. Terbukti pria kelahiran Sumatera Barat 18 Agustus 1974 ini kerap menyimpan karya. Dilakukan apabila merasa tak ada ide untuk melanjutkan karya. Untuk kemudian memulai dengan karya yang baru.

“Baru 50 persen, saya masukin gudang. Itu bisa finishing 2 tahun setelahnya. Kenapa ada jeda, tiba-tiba stagnan dalam berkarya. Biar tidak berhenti sampai ketemu, lanjut lagi gagasan yang baru,” katanya.

Dalam jeda ini, Gusmen kerap berkarya mengisi waktu. Menggunakan kanvas kecil hingga kertas. Menuangkan ide dengan tujuan menghilangkan kejenuhan. Baginya cara ini lebih efektif untuk melahirkan ide-ide dalam berkarya.

Tak jarang pula karya-karya kecil ini justru jadi tema karya besar. Terlebih jika karya-karya kecil ini memiliki konsep dan tema yang kuat. Gusmen mengaku cara ini dapat menghilangkan kebuntuan ide dalam berkarya.

“Karya yang refreshing, di studio menyediakan kanvas kecil atau kertas. Disaat berkarya besar atau jenuh untuk refresehing bikin karya kecil. Dari karya kecil itu kadang bisa timbul gagasan karya besar,” ujarnya. (dwi)

Seni dan Budaya