RADAR JOGJA – Setiap tempat memiliki potensi alam masing-masing. Kalurahan Purwodadi, Kapanewon Tepus misalnya. Tempat itu cukup familiar di kalangan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala).

Ulu-Ulu Kalurahan Purwodadi, Suroyo mengatakan, wilayahnya memiliki banyak luweng atau gua vertikal. Luweng Braholo, Luweng Pelelen, Belik, Nglibeng, Gebyok, Cekelan, Jurug, Mbomo dan Luweng Tebasan. “Sembilan luweng ini sering digunakan untuk kegiatan penyusuran. Aktivitas terbanyak berada di Luweng Nglibeng dan Pelelen termasuk Luweng Braholo,” kata Suroyo saat dihubungi kemarin (27/3).

Dia menjelaskan kedalaman masing-masing luweng bervariasi, Luweng Braholo menjadi salah satu luweng terdalam di Purwodadi yakni mencapai sekitar 37 meter. Dalam aktivitas penyusuran diminta agar lebih berhati-hati dan terus memperhatikan sisi keamanan. “Kami imbau kepada para penjelajah agar meminta izin terlebih dahulu ke kalurahan,” ujarnya.

Dengan demikian aktivitas dapat terpantau. Karena diakui cukup banyak kegiatan mahasiswa pecinta alam langsung datang ke lokasi tanpa memberi pemberitahuan. Terutama mereka yang datang tidak mengatasnamakan instansi. “Kalau kegiatan formal banyak yang izin,” ujarnya.

Sementara itu, Jogoboyo, Kalurahan Purwodadi, Yanto menyatakan izin kegiatan melakukan aktifitas di luweng sangat penting. Tidak hanya sebagai pemberitahuan, tapi sekaligus dapat terpantau dan gerak cepat jika muncul keadaan darurat.

“Kalau yang kemarin (kegiatan di Luweng Braholo yang mengakibatkan satu mahasiswa meninggal) belum tahu karena kebetulan (saya) sedang mengurusi anak yang sedang sakit. Tapi, harapannya semua bisa izin,” katanya.

Dikatakan, izin sebelum penelusuran tidak hanya ke kalurahan maupun polsek namun juga meminta izin ke ketua padukuhan tempat luweng berada. Misalnya, Luweng Braholo berada di Ngandong. “Istilahnya kulonuwun (permisi dan berharap) agar aktivitas berjalan dengan lancar,” ucapnya. (gun/bah)

Gunungkidul