RADAR JOGJA – Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Jogjakarta di Gunungkidul menjadi saksi bisu jalan taubat para pelaku kejahatan jalanan atau eks klitih dan pelaku kriminal lainnya. Dalam ‘dunia’ sempit itu mereka melawan putus asa dan berebut menjadi orang baik.

GUNAWAN, Gunungkidul, Radar Jogja

Ini bukan kunjungan pertama Radar Jogja ke “Hotel Prodeo” LPKA Kelas II Jogjakarta di Baleharjo, Wonosari, Gunungkidul. Sebelumnya, ada sekitar 21 penghuni lapas kebanyakan eks pelaku klitih sudah mengenal koran ini.
Awal Desember 2022, Radar Jogja menjadi narasumber penulisan buku Andikpas LPKA Kelas II Jogjakarta. Audiennya ya puluhan anak-anak itu. Ketika mengikuti pelatihan menulis buku, anak-anak ini diwajibkan mencatat kisah hidup dan harapan tentang masa depan melalui secarik kertas.

Hasil kerja menulis dikumpulkan dan dibacakan satu per satu. Ditarik kesimpulan awal bahwa, semua penghuni lapas anak menyesali perbuatan dan berjanji tidak mau mengulangi perangai buruk. Di antaranya bahkan mengaku menjadi mualaf.

Tapi itu baru sebatas opini singkat tentang mereka. Pada Kamis 16 Maret 2023, Radar Jogja kembali berkesempatan ‘reuni’ dengan anak-anak. Perantara organisasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kabupaten Gunungkidul, dihubungkan dengan Kasi Pembinaan LPKA Kelas II Jogjakarta, Aris Yulianto.

Hotel prodeo. Kata ‘hotel’ memang layak disandang LPKA Kelas II Jogjakarta ini. Dimulai dari ruang tunggu mirip lobi hotel. Tertata rapi, dingin ber AC. Pemilihan warna tembok teduh dominasi hijau daun. Pelayanan resepsionis ramah dan sopan.

Sekilas tak tampak bangunan tersebut merupakan rumah tahanan. Di depan terdapat kursi roda yang dapat digunakan orang berkebutuhan khusus. “Selamat datang, mari saya ajak keliling. Boleh ambil gambar atau video tapi jangan mengarah wajah anak,” pesan Aris Yulianto.

Pertama menuju dapur tapi mirip rumah makan. Terdapat daftar menu, dan meja berderet rapi. Seorang juru masak menggoreng ikan. Juga ramah, bahkan koki ibu-ibu ini justru murah senyum. “Siang pak,” ucap seorang penghuni lapas sambil tersenyum berdiri tegak di samping pintu masuk dapur umum.
Dia masuk ke hotel prodeo akibat kejahatan jalanan. Salah satu eks klitih. Menunduk dan menyilangkan tangan persis di depan perutnya.

Anak ini merupakan salah satu peserta pelatihan menulis buku bersama Radar Jogja akhir Desember 2022 lalu. Sorotan matanya tidak setajam dulu dan justru lebih banyak menunduk.”Saya menyesal, saya kangen dengan keluarga.

Maafkan saya,”. Begitu kurang lebih isi tulisannya saat ikut pelatihan menulis.
Lalu langkah kaki berlanjut mengitari lapas. Kanan kiri nampak asri ditumbuhi aneka jenis sayur mayur. Tempat ini betul-betul seperti miniatur dunia. Rumah ibadah tersedia, sarana olahraga ada, sarana hiburan tak terlewatkan. Contoh, bermain musik, dan tidak ada teralis besi di kamar-kamar.”Ada yang bertanya, penjara kok dibuat seperti hotel. Apa itu baik untuk perbaikan mental anak? Saya jawab. Siapa yang mau tinggal di tempat ini, siapa? Kalau penghuni lapas ini ditanya tidak ada yang mau,” ujarnya.

Obrolan kami terus berlanjut sambil jalan kaki. Dibawalah ke salah satu ruangan dan di dalamnya berkumpul anak-anak berseragam sekolah. Satu anak terpantau sedang video call dengan orang tua menggunakan fasilitas lapas. Masuk ke dalam ruangan sedikit riuh. “Halo mas,” teriak salah satu dari mereka.

Dia bagian dari penghuni hotel prodeo karena kasus pembunuhan. Diperkirakan bebas tujuh tahun lagi. Menghibur dirinya sendiri dan teman-teman sambil bermain gitar bernyanyi cukup pelan.

Total penghuni lapas ada 21 anak, mayoritas kejahatan jalanan dan membawa kabur anak orang. Sebanyak 90 persen anak-anak ini brokenhome, pelaku sekaligus korban. Aris juga membenarkan, salah satu dari pelaku kejahatan anak dengan vonis terberat kini telah menjadi seorang mualaf.”Betul mas (mualaf). (ketika) masih di polsek, dilanjut di LPKA didampingi pegawai kemenag,” ucapnya.

Untuk menghindari potensi perselisihan antar napi anak, petugas disiagakan. Pihaknya bersyukur sejauh ini tidak pernah ada persoalan serius berujung tawuran. Namun ada pertanyaan anak-anak yang hingga kini terus ditunggu namun belum terjawab. Di antara cita-cita setelah keluar lapas ada yang ingin jadi tentara, polisi maupun PNS.”Apakah kalau keluar dari lapas apakah masih bisa mendapatkan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Saya tidak berani menjawab pertanyaan itu, mungkin bisa ditanyakan ke instansi terkait,” ungkapnya.(din)

Gunungkidul