RADAR JOGJA – Hujan deras yang mengguyur sejumlah wilayah Kabupaten Gunungkidul, sejak beberapa hari ini memicu tanah longsor. Di Kapanewon Ngawen, tanah labil mengakibatkan jalan penghubung Padukuhan Kaliwuluh, Jurangjero retak dan miring. Meski mengancam permukiman di atasnya, lima keluarga masih bertahan.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul Purwono mengatakan, tanah labil terdeteksi muncul sejak Sabtu (11/2). Sementara kemarin (12/2) petugas diterjunkan ke lokasi melakukan pengecekan dan penanganan.“Hujan deras tidak hanya menyebabkan longsor. Jalan Kabupaten di bawah permukiman retak dan miring,” kata Purwono.

Dari hasil pendataan terdapat lima kepala keluarga (KK) tinggal di lokasi. Pihaknya meminta agar waspada karena berpotensi terjadi longsor susulan. Pada bulan ini diprediksi terjadinya puncak musim penghujan.”Jika hujan deras dengan durasi lama kami minta agar mencari tempat aman,” ujarnya.

Dukuh Kaliwuluh Suwardi mengungkapkan, longsor dan jalan retak disebabkan tebing setinggi tiga meter runtuh. Pasca kejadian warga dan petugas gotong royong membersihkan material longsoran yang terdiri dari batu dan tanah.”Jalan di sekitar lokasi retak sepanjang 40 meter. Kondisinya sudah miring dan ada penurunan permukaan jalan sekitar 10-15 centimeter,” kata Suwardi.

Menurut dia, kondisi demikian membahayakan karena samping jalan ada rumah warga yang lokasinya lebih rendah. Dia berharap kepada pemkab segera memperbaiki karena statusnya merupakan jalan kabupaten. Selain itu, perlu pembangunan talut di sekitar jalan retak supaya aman dilalui dan tidak semakin rusak akibat hujan.”Kalau terus dibiarkan dikhawatirkan bisa ambrol dan material di jalan bisa mengenai rumah warga. Tapi, harapannya tidak terjadi asalkan bisa segera diperbaiki,” ucapnya.

Prakirawan BMKG Jogjakarta Romadi mengatakan, wilayah yang perlu diwaspadai pada puncak musim hujan seperti Gunungkidul bagian selatan, Kulonprogo bagian barat. Tingginya curah hujan berpotensi terjadinya tanah longsor cukup besar, sehingga perlu kewaspadaan untuk masyarakat yang tinggal di daerah lereng bukit.”Bulan ini merupakan masa transisi, yaitu perubahan cuaca dari musim hujan memasuki musim kemarau,” kata Romadi.

Pola angin di wilayah Indonesia bagian utara dominan bergerak dari Utara – Timur Laut dengan kecepatan angin berkisar 5-25 knot. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian selatan dominan bergerak dari Barat Daya – Barat Laut dengan kecepatan angin berkisar 5-30 knot. Kecepatan angin tertinggi terpantau di Perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian selatan, Samudra Hindia selatan Banten, dan Laut Arafuru.

Memberikan dampak terhadap gelombang tinggi di wilayah Jawa termasuk selatan DIJ, yang dapat mencapai ketinggian 2.5 sampai dengan 4.0m di perairan Samudera Hindia.”Kondisi ini diperkirakan hingga tiga hari ke depan,” terangnya. (gun/din)

Gunungkidul