
DITANGANI - Antisipasi penyakit Lumpy Skin Disease (LSD), petugas melakukan suntik vaksin pada hewan ternak.Dinas Perdagangan Gunungkidul memastikan tidak ada kebijakan penutupan pasar hewan.(Disnak Gunungkidul untuk Radar Jogja)
RADAR JOGJA – Penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) mulai merebak di Gunungkidul. Penyakit pada hewan yang disebabkan oleh virus pox ini menyerang hewan sapi, kerbau, dan beberapa jenis hewan ruminansia liar.Dalam waktu dua pekan, penyakit kulit infeksius yang disebabkan oleh Lumpy Skin Disease Virus (LSDV) menyerang puluhan ekor sapi.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul Retno Widiastuti mengatakan kasus pertama LSD terdeteksi di Pasar Hewan Siyonoharjo, Kapanewon Playen pada 18 Januari 2023.”Kemudian oleh petugas dilakukan penanganan dan dikarantina agar tidak menular ke hewan ternak lainnya,” kata Retno Widiastuti kemarin (5/2).
Dalam perkembangan kasus ternak sapi terjangkit LSD terus bertambah, menyebar kesejumlah wilayah kapanewon. Berdasarkan data kasus LSD tertinggi ada di Kapanewon Semin dengan 11 kasus. Disusul Kapanewon Ponjong 9 kasus, Kapanewon Semin dan Nglipar masing-masing 7 kasus, Wonosari 5 kasus, Ngawen, Purwosari, Semanu, dan Kapanewon Rongkop masing-masing satu kasus.”Total sebaran penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) hingga 3 Februari sebanyak 51 kasus,” ujarnya.
Untuk angka kematian, kata Retno, nol kasus. Dibanding dengan penyakit mulut dan kuku (kuku) resiko kematian akibat LSD pada hewan ternak memang lebih rendah. Akan tetapi secara ekonomi dampaknya cukup besar. Peternak merugi karena hewan peliharaan yang terinveksi LSD sulit untuk dijual.”Bagian kulit ternak sapi benjol-benjol seperti bisul. Menurut pengakuan tukang jagal, dagingnya pun rusak parah,” ungkapnya.
Diakui, waktu yang diperlukan sejak tertular atau terinfeksi hingga muncul gejala (inkubasi) cukup cepat. Saat ini masa inkubasi LSD di Gunungkidul diperkirakan 21 hari. Pihaknya berharap kepada masyarakat agar cepat tanggap menginformasikan kepada petugas jika hewan ternak mengalami gejala LSD.”Penularan LSD bisa langsung dan tidak langsung,” terangnya.
Penularan langsung melalui lepuhan bisul yang pecah dan cairan mengenai langsung hewan ternak lainnya. Lalu penularan secara tidak langsung membutuhkan vektor atau hewan avertebrata yang bertindak sebagai penular penyebab penyakit.”Bisa dari lalat, dan nyamuk,” bebernya.
Walau demikian masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan. Petugas siap memberikan penanganan secara cuma-cuma. Sebagai langkah antisipasi, Retno meminta agar kandang sapi dibersihkan secara berkala. Jika memungkinkan kandang sapi dipasangi kain kelambu.”Asal tidak masuk kategori parah, penyakit LSD bisa disembuhkan,” ungkapnya.
Sekarang dinas peternakan sedang mengusulkan pengadaan 5000 dosis vaksin. Nantinya hewan ternak dalam kondisi sehat dilakukan vaksinasi. Namun diakui ketika berada di lapangan petugas menemukan kendala.”Masyarakat ragu-ragu dan cenderung menolak ketika hewan ternak divaksin. Kami akan terus menggencarkan sosialisasi agar pemahaman tentang fungsi vaksin dapat diterima dengan baik,” ujarnya.
Kepala Bidang Pengelolaan Pasar, Dinas Perdagangan Kabupaten Gunungkidul, Wasana, mengaku telah bekerjasama dengan pihak terkait dalam mengatasi LSD. Pemantauan potensi penyebaran LSD di pasar hewan digencarkan.”Kalau ditemukan kasusnya langsung diambil tindakan. Diobati dan dikarantina,” kata Wasana.
Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Gunungkidul Kelik Yuniantoro memastikan tidak ada kebijakan penutupan pasar hewan terkait dengan merebaknya kasus LSD. Pun demikian upaya antisipasi dengan pengetatan pengecekan kesehatan hewan semakin ditingkatkan.”Kalau satu truk ditemukan satu hewan ternak yang terkena LSD, semua kami minta putar balik. Kemudian ditangani oleh pikat terkait lainnya untuk diobati” kata Kelik. (gun/din)