RADAR JOGJA – Pemerintah Kabupaten Gunungkidul menyiapkan anggaran sekitar Rp 700 juta. Untuk pengadaan air bersih sebagai penanganan kekeringan musim kemarau tahun ini.
Plt Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul Sri Suhartanta mengatakan, saat ini pemetaan daerah rawan kekeringan masih dilakukan. Namun jika berkaca pada tahun lalu, lebih dari setengah kapanewon di Gunungkidul terdampak kekeringan. Misalnya Kapanewon Girisubo, Tanjugsari, Panggang, Purwosari, Gedangsari, Paliyan, dan Tepus.
Kondisi tersebut, mengharuskan masyarakat untuk membeli air tangki 5000 liter. Dengan harga mulai Rp 150 ribu, bahkan lebih. Menyesuaikan jarak tempuh. Namun tak jarang pula, masyarakay mengais air di sumber-sumber yang masih mengeluarkan air, meski sedikit. “Selain droping dari BPBD, kapanewon yang masuk daerah krisis air memiliki anggaran untuk pengadaan air bersih. Jadi mereka kerjasama dengan pihak ketiga,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Gunungkidul Sumadi menuturkan, tahun ini telah disiapkan 400 tangki air. Dengan pemetaan akan diselesaikan pada Mei. “Juni kita mulai droping,” kata Sumadi.
Berdasarkan prakiraan cuaca, Gunungkidul memasuki kondisi kekeringan pada bulan Juni. Hanya saja, droping air akan disesuaikan dengan kondisi daerah serta permintaan masyarakat.
Beberapa waktu lalu, BMKG merilis prakiraan awal musim kemarau terjadi bulan April. Yakni Gunungkidul bagian selatan dan Bantul timur baru memasuki musim kemarau pada dasarian III. Sementara pada Mei dasarian I, kemarau akan mulai menyentuh Gunungkidul bagian utara. “Puncak kemarau diprediksi pada Juli-Agustus. 37,5 persen wilayah DIJ memasuki kemarau pada April, 50 persen Mei, dan 12,5 persen masuk di bulan Juni,” kata Indah Retno, Prakirawan Stasiun Klimatologi Mlati. (gun/eno)