RADAR JOGJA – Musim kemarau tahun ini diprediksi lebih panjang dibanding 2020. Dampak negatifnya mulai terlihat dari data penyaluran distribusi air bersih atau droping air. Warga ramai-ramai mengajukan bantuan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gunungkidul.

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Gunungkidul Edy Basuki mengatakan, 2020 tangki air yang disalurkan totalnya hanya mencapai separuh dari kuota. Tahun lalu masa musim kemarau terbilang lebih pendek. Dropping air bersih dilakukan mulai akhir Juli hingga awal Oktober.”Sedangkan tahun ini, dropping air sudah dilakukan sejak awal Juli dan masih berlangsung hingga kini,” kata Edy Basuki saat dihubungi kemarin (19/9).

Dikatakan, selama 2021 distribusi air bersih telah mendekati 1.700 tangki dari kuota 2.200 tangki air. Tahun lalu hanya sekitar 1.000 lebih sedikit tangki air yang disalurkan. Hanya diakui, krisis air tahun ini tidak separah periode 2018-2019.”Kami memperkirakan krisis air bersih 2021 bisa berlangsung hingga Oktober,” ujarnya.

Merespon kemungkinan adanya tambahan pengajuan permohonan dropping air, pihaknya sudah ancang-ancang. Wilayah kapanewon rawan krisis air jika musim kemarau berlanjut adalah sebagian Ngawen, Semin, dan Kapanewon Nglipar.”Setiap hari kami salurkan 20 tangki air ke lokasi sasaran,” ujarnya
Secara global, dampak krisis air di Gunungkidul bisa meluas hingga 15 kapanewon. Hanya Playen dan Karangmojo yang disebut terbebas dari masalah krisis air.

Sementara itu, Panewu Tanjungsari, Rakhmadian Wijayanto mengakui wilayahnya menjadi langganan krisis air. Warganya masih membutuhkan bantuan dropping air bersih. Sedikitnya ada 5 kalurahan terdampak”Terutama pedukuhan yang berada di dataran tinggi,” kata Rakhmad.

Diakui, distribusi air bersih juga dibackup dari pemkab. Pihaknya hanya menangani dropping empat kalurahan menggunakan anggaran kapanewon. Sedangkan satu kalurahan lainnya dibantu BPBD Kabupaten Gunungkidul. (gun/pra)

Gunungkidul