RADAR JOGJA – Dalam beberapa waktu terakhir marak kasus penyalahgunaan atau penjulan identitas diri untuk mengajukan pinjaman online (pinjol). Tidak sedikit masyarakat yang menerima tagihan dari pinjaman online padahal tidak pernah mengajukan pinjaman.
Dosen dan peneliti Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Lukito Edi Nugroho menyampaikan beberapa tips yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengamankan data pribadi dan terhindar dari jeratan pinjol. Ia meminta masyarakat untuk tidak gegabah mengunggah identitas diri di media sosial.
“Data yang telah tersebar dipublik sangat rentan untuk disalahgunakan dan diduplikasi untuk berbagai kepentingan yang dapat merugikan pemiliknya, termasuk dalam hal pengajuan pinjol,” jelasnya, Rabu (20/10).
Masyarakat juga diminta untuk lebih wasapada apabila menerima pesan. Lintas platform dalam bentuk SMS, WhatsApp, e-mail, maupun bentuk lainnya. Terutamadari sumber yang tidak jelas atau mencurigakan. Abaikan pesan yang masuk dan jangan klik tautan yang dikirimkan.
“Saat mendapat pesan yang tidak jelas dari siapapun dalam bentuk apapun sebaiknya tingkat kehati-hatiannya dinaikkan. Terlebih jika pesan yang masuk mengandung iming-iming menggiurkan dan bombastis ini patut diwaspadai, sebaiknya langsung dihapus saja pesannya,” katanya.
Apabila masyarakat terpaksa akan mengajukan pinjaman,, Lukito menyarankan agar masyarakat teliti. Dengan memastikan terlebih dahulu pinjol tersebut terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau tidak. Sebab saat ini banyak aplikasi pinjol yang tidak terdaftar secara resmi di OJK yang beredar di masyarakat.
Berikutnya, masyarakat pengguna aplikasi pinjol perlu memahami syarat, ketentuan, serta mekanisme dari aplikasi tersebut. Lukito mengatakan  banyak masyarakat yang tertarik menggunakan pinjol karena menawarkan syarat dan ketentuan peminjaman yang mudah disertai iming-iming yang menggiurkan. Sayangnya kondisi tersebut kurang diikuti dengan literasi digital masyarakat untuk lebih memahami bagaimana mekanisme aplikasi pinjol bekerja.
“Aplikasi-aplikasi pinjol, terutama yang ilegal kan bisa melakukan apapun tanpa sepengetahuan kita. Hal itu yang membahayakan karena kita tidak tahu apa yang dilakukan aplikasi tersebut. Sementara itu masyarakat sebagai pengguna, literasinya kurang sehingga penting kedepan untuk diperkuat lagi,” ujar Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Infromatika Fakultas Teknik UGM ini.
Selanjutnya, masyarakat pengguna pinjol juga diimbau untuk mewaspadai adanya permintaan akses data. Pengguna perlu mempertimbangkan permintaan akses apakah sesuai atau justru di luar kewajaran. Jika permintaan akses diluar kewajaran sebaiknya permintaan akses langsung ditolak saja.
“Perlu diperhatikan logis tidaknya permintaan aksesnya. Misalnya aplikasi pinjol minta ijin untuk akses address book di ponsel, ini kan tidak berhubungan. Hal seperti ini yang harus diwaspadai,” katanya.
Tidak hanya pinjol, Lukito menyampaikan masyarakat juga perlu berhati-hati saat melaksanakan transaksi elektronik. Untuk tidak asal mengunggah data pribadi ke internet. Terlebih tidak ada jaminan terkait penggunaan data, keamanan, maupun kerahasiaannya.
Dia juga meminta pemerintah untuk segera merealisasikan UU Perlindungan Data Pribadi. Untuk memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat. Selain itu juga memberikan imbauan dan edukasi dalam memperlakukan data-data yang dirahasiakan.
“Saat kita menyerahkan data, apapun bentuknya kita tidak bisa memastikan lagi bahwa pihak yang kita beri data bisa 100 persen menjaga data kita dengan aman dan tidak digunakan untuk hal-hal yang tak semestinya. Karenanya proteksi terpenting pertama kali ya dari diri sendiri,” ujarnya. (dwi)
Ekonomi