RADAR JOGJAHome industry tahu di wilayah Kota Magelang terbilang banyak. Lebih dari 200 tempat. Salah satunya terletak di Jalan Beringin VI nomor 28, Magelang Selatan.

Pemilik usaha pembuatan tahu, Wicaksono mengaku, meneruskan usaha rintisan dari mendiang orang tuanya, Jumari. Dulu, orang tuanya ikut merawat sapi dari seorang juragan. Makanan sapi berasal dari ampas tahu. “Daripada beli, akhirnya juragan itu membuat pabrik sendiri dan menyuruh bapak untuk membuat ampas tahu,” jelas Wicaksono, kemarin (10/10).

Dari situlah, Jumari mulai memproduksi tahu. Sekitar 1960-an. Ketika sudah tidak bekerja lagi, Jumari kemudian membuat pabrik sendiri. Sebelum di Jalan Beringin, Jumari membuatnya di jalan protokol. Sekarang jadi Hotel Wisata. “Dulu pabrik yang ada di jalan protokol disuruh pindah, akhirnya 1989 sampai sekarang di sini (jalan Beringin VI),” lanjutnya.

Banyaknya home industry tahu membuat persaingan semakin alot. Terlebih ketika adanya beberapa kendala. Wicaksono mengeluh karena tidak ada sumber air di Kota Magelang. Hanya mengandalkan dari PDAM. Artinya, ia harus membayar dengan jumlah yang banyak. Terkadang dia menomboki biaya produksi. Pasalnya, ongkos produksi sebagian besar habis untuk membayar airnya.

Awalnya, pemerintah membuat tempat penampungan limbah. Namun, hampir 15 tahun rusak. Sehingga tidak bisa dimanfaatkan kembali. Sekarang, para pemilik usaha mengalirkan limbah tahu di sungai. Wicaksono mengaku sudah membuat lima titik sumur. Tapi, gagal. “Pernah mengeluh ke pemerintah, tapi tidak ada solusi,” tuturnya.

Selain memproduksi tahu, Wicaksono juga menjual ampas tahu. Menurutnya, ampas tahu lebih diminati para pelanggan. Mereka dapat memanfaatkannya untuk pakan ternak ataupun membuat tempe gembus. Bahkan,  ada yang membuat kontrak untuk membeli ampas tahunya. “Saya kontraknya Rp 5 juta. Jadi, mereka membayar terlebih dahulu. Sekali masak itu Rp 10.000. Berarti ada 500 kali masak untuk mendapatkan ampas tahu,” jelas Wicaksono.

Dalam kondisi seperti ini, omzet yang didapat turun drastis. Hampir 40 persen. Hal ini dikarenakan beberapa wisata yang ditutup. Sehingga, pemasukannya berkurang. Sebelum korona, dia bisa memproduksi hingga dua kwintal, sekarang turun menjadi 1,35 kuintal.

Wicaksono berharap kondisi mulai stabil dan harga bahan baku bisa normal kembali. Pasalnya, harga kedelai yang semula Rp 6.500 naik menjadi Rp 9.800. “Beberapa ada yang memaklumi kalau harga tahu naik, tapi ya tidak bisa naik maksimal,” katanya. (cr1/pra)

Ekonomi