RADAR JOGJA – Praktik tembak vaksin Covid-19 yang berhasil diungkap Polresta Jogja, dinilai meresahkan. Fenomena ini berdampak pada perencanaan penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah.

Ketua Satuan Tugas Percepatan Vaksinasi DIJ Sumadi menyayangkan kejadian itu. Sebab, hal itu merusak data dan merugikan banyak orang.

“Dampaknya kan kalau itu bisa dilakukan, berarti datanya tidak aktif, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Artinya untuk pelaksanaan selanjutnya tidak mendasarkan data yang benar,” ujarnya saat dikonfirmasi kemarin (23/2).

Seperti diberitakan Radar Jogja kemarin (23/2), Polresta Jogja menangkap AA (27), seorang pegawai honorer Dinas Kesehatan Kalimantan Barat saat patroli siber. Dia membuka jasa pembuatan sertifikat palsu dan terkoneksi dengan aplikasi PeduliLindungi.

Sumadi menyebut, sejauh ini tidak ada warga Jogja yang melakukan kecurangan itu. Dia menyakini profesionalitas aparat. Meski begitu, pengetatan akan dilakukan. Tindakan tegas akan dilakukan bagi siapa pun yang melanggar.
“Belum. Mudah-mudahan di Jogja enggak lah. Iya jelas memperketat, kalau ada datanya kami diberi biar kita tracing,” ujar Penjabat (Pj) Wali Kota Jogja ini.

Sebelumnya, Kasat Reskrim Polresta Jogja AKP Archye Nevada mengatakan, terduga praktik jual sertifikat palsu ini meraup uang puluhan juta dari hasil kecurangannya. Harga jasa tembak vaksin bervariasi. Tembak vaksin pertama dan kedua masing-masing Rp 300 ribu, vaksin booster Rp 400 ribu. Sedangkan tembak paket vaksin pertama dan kedua Rp 500 ribu dan tembak paket lengkap seharga Rp 800 ribu.

“Pada 24 Januari dari informasi yang kita dapatkan, Unit Tipiter langsung bergerak ke Kalimantan Barat dan menangkap pelaku berinisial HA di rumahnya, Pontianak Barat, Provinsi Kalimantan Barat,” jelas perwira dengan pangkat tiga strip di pundak ini. (lan/laz)

Breaking News