BANTUL – Masih ingat dengan dana rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa di Bantul pada 2006 silam? Ternyata saat ini Polda DIJ tengah membidik perkara dugaan penyimpangan dana gempa di Dusun Banyu Urip, Jatimulyo, Dlingo, Bantul. Dana laporan terjadinya korupsi akibat adanya pemotongan dana gempa.
“Saat ini masih diperlukan alat bukti yang cukup guna menentukan dapat atau tidaknya ditingkatkan ke tahap penyidikan,” ujar Direskrimsus Polda DIJ Kombespol Gatot Agus Budi Utomo dalam surat perintah pemberitahuan hasil penyelidikan (SP2HP) nomor B/460/X/2017/Direskrimsus tertanggal 3 Oktober 2017.
Terkait itu, penyidik polda sedang meminta bantuan audit investigasi kepada Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIJ.
Sebelumnya, Kapolda DIJ Brigjen Pol Ahmad Dhofiri memastikan penanganan perkara dugaan korupsi dana gempa itu tetap berlanjut. Dia telah memerintahkan penyidik yang menangani kasus itu mengumpulkan fakta dan semua hal lain yang dibutuhkan.
“Asalkan perkaranya belum kedaluwarsa tetap kami teruskan,” tandasnya di Monumen Pancasila Sakti Kentungan, belum lama ini.
Terkaitnya lamanya proses hukum kasus itu, mantan Kapoltabes Jogja ini menyatakan bukan tanpa alasan. Di antaranya perkara sudah berlangsung lama pada 2006 silam.
Kapolda juga mengaku telah menerima surat dari warga yang menanyakan perkembangan penanganan perkara tersebut. Dia telah menindaklanjut dengan meminta penyidik bergerak cepat mengumpulkan alat bukti yang diperlukan.
“Untuk progresnya saya akan cek ke penyidik yang menanggani,” janjinya.
Kadiv Humas Jogja Police Watch (JPW) Baharudin M. Kamba berharap Polda bisa menuntaskan perkara di Desa Jatimulyo tersebut. Berdasarkan pengalaman, polda telah menangani beberapa kasus serupa di Dlingo. Misalnya di Desa Temuwuh dan Mangunan. Semua hasil penyidikan polda diajukan ke pengadilan oleh jaksa dan terbukti.
“Kalau polisi serius bukan hal yang sulit. Pengalaman membuktikan,” ujarnya.
Dari berbagai informasi, korban gempa tidak mendapatkan bantuan secara utuh. Dari nilai Rp 15 juta diduga disunat pengurus pokmas separonya. Warga hanya menerima Rp 7 juta. Sisanya Rp 8 juta sampai sekarang tidak jelas penggunaan dan laporannya. (kus/ila/ong)