JOGJA – Pemkot Jogja dan Pemprov DIJ saling melempar kewenangan dalam penutupan lokalisasi terselubung Pasar Kembang (Sarkem). Gubernur DIJ Hamengku Buwono (HB) X mengatakan, penutupan Sarkem merupakan kewenangan Pemkot Jogja. Pemprov DIJ akan menunggu koordinasi dengan Pemkot Jogja terkait hal itu.

“Saya kan tidak mungkin memberikan instruksi tanpa koordinasi, tergantung kota maunya gimana,” ujar HB X ketika ditemui seusai pembukaan Musrenbang DIJ 2017 di Royal Ambarrukmo Jogja, kemarin (8/3).

Menurut HB X, kewenangan penutupan Sarkem ada di Pemkot Jogja sebagai pemilik wilayah. “Karena kewenanganya kan di situ, nanti dikira merebut kewenangan,” lanjutnya.

Raja Keraton Jogja tersebut menegaskan, kewenangan penertiban lokalisasi terselubung, yang masuk dalam wilayah Sosrowijayan tersebut, berada di tangan Pemkot Jogja. HB X juga sempat menyitir ucapan pejabat Pemkot Jogja, yang mengatakan tidak pernah membuka lokalisasi Sarkem jadi tidak ada keharusan melakukan penutupan. “Opo kota tau buka (apa kota pernah membuka). Kalau lokalisasi Sanggrahan kan sudah ditutup dulu-dulu,” ujarnya.

Meskipun begitu, HB X meminta, dalam penanganannya harus secara bijak. Karena, tidak semua penghuni di kawasan Sarkem tersebut merupakan orang-orang “nakal”. Banyak pula rumah penduduk yang berada di tengah-tengah. Suami GKR Hemas tersebut meminta harus dipilih-pilih dalam penertiban. Terlebih kondisi Sarkem sekarang dan dulu, juga sudah berubah. “Terkait prostitusi, itu ada dimana-mana. Tidak hanya di situ (Sarkem), di hotel juga ada,” ungkapnya.

Terpisah, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DIJ Untung Sukaryadi mengatakan, sebenarnya di Sarkem berbeda kasus dengan lokalisasi Kalijodo di Jakarta. Menurut Untung, di Kalijodo ada beberapa aspek yang membuatnya harus ditutup, seperti arealnya dan kegiatannya yang melanggar.

“Beda dengan Sarkem, historisnya itu perkampungan tidak pernah dilegalkan sebagai kompleks lokalisasi,” tuturnya.

Untung mengaku, setuju jika kegiatan prostitusi dalam bentuk apapun ditutup. Meski, menurut dia, penutupan lokalisasi tersebut tidak menjamin hilangnya tindak prostitusi. Semisal Sarkem ditutup, lanjutnya, tidak menjamin tindak prostitusi di jalan juga hilang.

“Malah bisa menimbulkan penyakit yang tidak terkontrol, memang ada kelebihan dan kekurangannya,” tutur Untung.

Terkait program bagi para pekerja seks komersial (PSK), Untung mengaku sudah sejak lama melakukan ekspansi. Tapi, program tersebut hanya diperuntukan bagi warga yang memiliki KTP DIJ.

Dinsos DIJ melakukan pendekatan secara manusiawi dan berbudaya. Di antaranya dengan program pelatihan-pelatihan terhadap para perempuan rawan sosial ekonomi yang dilakukan Panti Sosial Karya Wanita DIJ. “Dengan pelatihan tersebut diharapkan mereka bisa berdaya,” terangnya. (pra/ila/ong)

Breaking News