DWI AGUS/RADAR JOGJA

SENI TRADISI: Kelompok karawitan Laras Mudo SD Temon, Kulonprogo, dalam acara seni pertunjukan Karawitan Anak dan Remaja di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), kemarin (13/12).

JOGJA – Perkembangan seni karawitan di Jogjakarta mulai memasuki masa yang cerah. Gaungnya tidak hanya berkembang di tingkat kecamatan, namun mulai merasuk ke tingkat pendidikan dasar. Selain sebagai pengenalan kesenian tradisi, juga berpengaruh terhadap pendidikan psikologis anak.Hal ini diungkapkan Heru Murdjito yang mengampu penata gending di SD Negeri Temon Kulonprogo
Pria ini mengungkapkan, ka-rawitan tidak hanya seperangkat musik tradisional. Belajar musik tradisi ini juga turut belajar nilai kearifan lokal.”Belajar bermain musik secara kelompok dan menunggu giliran-nya. Bermain karawitan tidak bisa mengikuti ego. Jika satu pe-main tidak kompak, maka turut merusak seluruh tatanan kara-witan,” katanya saat pentas di halaman Taman Budaya Yogya-karta (TBY), kemarin (14/12).
Nilai lain dari bermain kara-witan adalah turut membangun karakter anak. Setiap alat musik ini pun memiliki makna dan pembelajaran masing-masing. Misalkan kendang yang men-jadi pemimpin ketukan. Hingga gong yang menjadi penutup dari rangkaian gendhing.Kelompok karawitan di SD Temon Kulonprogo ini telah berkembang sejak 2004. Awalnya karawitan hanya hidup di ling-kungan sekitar SD.
Namun sei-ring waktu para siswanya terta-rik untuk belajar lebih serius.Hingga akhirnya di tahun 2006 SD ini memiliki perangkat game-lannya sendiri. Selain bantuan dari warga yang peduli juga dari Pemkab Kulonprogo. Saat ini kelompok yang bernama Laras Mudha ini masuk dalam kegiat-ann ekstrakurikuler wajib sekolah.”Perkembangannya menye-nangkan untuk karawitan ka-rena berjalan dengan baik. Re-generasi ini patut dijaga untuk menjaga kecintaan anak terhadap musik tradisi ini,” kata Murdjito.
Hal yang sama juga dirasakan kelompok karawitan dari SD Negeri Pragak, Gunungkidul. Kepala sekolah Sumiyati men-gungkapkan minat anak tinggi. Terlebih kegiatan bermusik ini mampu memberikan muatan nilai diluar pelajaran formal.Menurutnya, saat belajar ka-rawitan anak menjadi lebih ak-tif. Terutama dalam memahami proses belajar dalam kelompok. Bahkan dalam praktiknya tembang-tembang yang ditam-pilkan pun turut berkembang. Tidak hanya menggarap gendhing lawas, namun juga merambah musik popular.”Turut memacu kerativitas anak dalam berkarya seni. Tidak za-mannya lagi mengatakan belajar karawitan itu ketinggalan zaman. Justru saat ini bisa dibilang se-baliknya, jika tidak belajar kara-witan tidak gaul,” kata Sumiyati.
Kepala TBY Diah Tutuko Su-ryandaru menilai semangat anak belajar karawitan perlu dijaga. Terutama dalam mengenal ragam bentuk-bentuk karawitan di Jog-jakarta. Selain itu ruang apre-siasi pun perlu dibangun seba-gai bentuk unjuk karya.Tujuannya untuk membangun rasa percaya diri anak dalam bermain karawitan. Melalui ru-ang ini setiap anak dapat belajar lebih tentang kesenian karawi-tan. Persinggungan dengan se-niman karawitan atau penonton merupakan nilai penting dari pembelajaran.”Untuk anak kita bangun ter-lebih dahulu rasa suka terhadap kesenian ini. Bisa dengan me-tode bermain dengan media karawitan. Mari kita sama-sama menjaga kekayaan dan kearifan lokal ini,” kata Diah.
Selain menampilkan kelompok karawitan SD, kemarin (14/12) juga tampil dua kelompok kara-witan SMP. Mereka adalah kelom-pok Mulya Laras dari SMP Ne-geri 4 Gamping Sleman dan kelompok Gema Wicaka dari SMPN 4 Jogjakarta. (dwi/laz/ong)

Breaking News