Penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya sempat menjadi perhatian publik. Termasuk para PSK di Jogjakarta. Salah seorang di antaranya adalah Sarmi. Dia adalah koordinator P3SY. Ditemui ketika menghadiri acara yang diselanggarakan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIJ di sebuah hotel (21/6), Sarmi langsung paham saat akan ditemui Radar Jogja.Dia paham akan diwawancarai. “Tentang Dolly mesti,” ujarnya lantas tersenyum.Sarmi pun berbicara. Perbincangan mengalir. Dia dengan gamblang menjelaskan antisipasi yang sudah dilakukan PSK yang ada di kawasan Pasar Kembang (Sarkem) Jogja.Sarmi mengaku bekerja di Sosrowijayan Kulon atau kampung di mana Sarkem berada, sejak 1998. Dia pun menyatakan hanya bisa merasa kasihan terhadap para PSK yang bekerja di Dolly usai penutupan lokasisi itu.
Menurut dia, di belakang para PSK tersebut masih terdapat anak, orang tua, dan anggota keluarga lainnya yang menggantungkan hidup. “Ya kasihan. Untuk memenuhi pangan dan sandang, (lokalisasi tempat bekerja) mereka ditutup. Tapi itu sudah jadi keputusan yang berwenang,” ungkapnya.Pascapenutupan lokalisasi Doly dan pemberian uang kompensasi sebesar Rp 5,05 juta, kata Sarmi, tidak otomatis membuat para PSK itu beralih profesi. Terlebih, ujar koordinator P3SY sejak 2011 ini, jika penutupan itu tidak dibarengi dengan pelatihan keterampilan kepada para PSK.Sarmi mengaku pernah memiliki pengalaman semecam itu. Mulai bekerja di Sarkem sejak 1998, dia sempat memutuskan untuk berhenti pada 2004.Dengan uang tabungan yang dikumpulkan selama bekerja di Sarkem, Sarmi memilih pulang kampung di Kulonprogo. Dia membuka usaha secara mandiri. Dia berjualan sayur. Usaha itu berjalan selama empat tahun. Tetapi tuntutan kebutuhan ekonomi keluarganya ternyata tak cukup dipenuhi dengan hasil dari berjualan sayur.
Ketika anaknya masuk sekoleh menengah kejuruan, ujar dia, membutuhkan banyak biaya. Ini membuat Sarmi kembali ke Sarkem pada 2008. “Untuk masuk STM tidak ada biaya. Tabungan habis. Yang penting anak harus sekolah,” ujar Sarmi.Menurut Sarmi, sebenarnya ada banyak PSK yang terpaksa melacurkan diri. Mereka, jelas Sarmi, rata-rata adalah korban dari laki-laki atau suami yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, suami yang meninggalkan istri dan anaknya. “Ketika tidak memiliki penghasilan dan didesak kebutuhan hidup, mereka memilih untuk melacurkan diri. Bukan karena dipaksa,” terangnya.Sarmi mengakui tidak mudah untuk menyelesaikan masalah PSK. Meski beberapa PSK sudah mulai tua, tetap ada PSK yang masih berusia muda.Selain untuk menghidupi PSK sendiri, kata dia, banyak orang lain yang hidupnya juga bergantung. Sarmi mencontohkan, para pedagang makanan dan minuman, laundry, tukang becak, sopir taksi, hingga tukang ojek. Mereka mendapatkan penghasilan dari uang yang dibelanjakan PSK. Di Sarkem saat ini trdapat sekitar tiga ratus PSK. Mereka sebagian besar dating ke lokasi itu pada malam. Mereka pulang pagi dengan diantarkan tukang ojek. “Pedagang yang berjualan di Sosro juga lebih laku dibanding tempat lain,” terangnya.
Para PSK di Sarkem mendapat pendampingan secara khusus. Salah satu pendampingan dilakukan dengan pembentukan P3SY pada 2010. Lembaga ini juga menaungi PSK di lokasi lain di Jogjakarta. Di Sarkem, P3SY bernama Bunga Seroja. Kehadiran P3SY ini untuk meningkatkan kesadaran kesehatan reproduksi. P3SY menaungi para PSK “langsung” di berbagai wilayah di Jogjakarta. PSK langsung yaitu PSK yang mangkal di lokasi.Sedangkan PSK “tidak langsung” atau mereka yang menerima order melalui telepon dan tidak mangkal hingga kini belum bergabung dalam P3SY.Sarmi menambahakan, oleh para pendamping, komunitas PSK di Sarkem dan wilayah lainnya dibekali pemahaman tentang kesehatan reproduksi. Mereka diberi pengetahuan agar jangan sampai terkena infeksi menular seksual seperti HIV/AIDS.
P3SY mendorong anggota komunitas menjadi berdaya dan bertanggung jawab pada diri sendiri. “Transaksi dengan pelanggan harus pakai kondom,” tegasnya. (*/amd)
Lainnya
Terbaru

Gaya Pakaian Disorot Netizen, Endah Subekti Tanggapi secara Diplomatis

Kirab Waisak Berlangsung Meriah

Malam Mingguan di Malioboro, Jokowi Bagi-Bagi Amplop ke Pedagang Asongan

Gaya Pakaian Disorot Netizen, Endah Subekti Tanggapi secara Diplomatis

Kirab Waisak Berlangsung Meriah

Malam Mingguan di Malioboro, Jokowi Bagi-Bagi Amplop ke Pedagang Asongan

Jalan-Jalan di Malioboro, Jokowi Ajak Swafoto Warga dan Wisatawan

War Tiket Indonesia vs Argentina Mulai 5 Juni, Bisa Bayar Pakai BRImo!

Prawiro Burger Jawa Berbahan Dasar Nabati

Bangga Berangkatkan Umrah Orang Tua

Miliki Fungsi Komunikasi, Sosial hingga Politik

Kunci Suara Ada pada Kualitas Bambu

Kentongan Gora Gindhala Simbol Bale Woro
