HARNUM KURNIAWATI/RADAR JOGJA
CERIA: Salma Salsabila Abdillah sejak kecil sudah diajarkan untuk mencintai tulisan dan membaca buku. Kini, dia sedang menyelesaikan novel terbarunya.
Suka Cerita Fiksi, Anti dengan Kisah Percintaan
Salah satu seorang penulis novel Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK) ini awalnya dikenal sebagai sosok pendiam. Kesehariannya dihabiskan di perpustakaan sekolah. Namun setelah menemukan sahabat, ada banyak kisah yang dialaminya. Nah, cerita bersama sahabat inilah yang menginspirasinya untuk menulis novel.
HARNUM KURNIAWATI, Magelang
CANTIK, ceria, dan banyak omong. Itulah kesan pertama saat bertemu dengan remaja 16 tahun kelahiran Jakarta, 21 Maret 2000. Dia adalah Salma Salsabila Abdillah. Salah satu penulis novel KKPK.
Novel pertamanya berjudul Super Duper Adventure. Novel ini diterbitkan saat dia masih duduk di kelas lima sekolah dasar. Novel itu bercerita tentang kehidupannya dan sahabat-sahabatnya.
Saat itu Salma yang tidak memiliki sahabat makin akrab dengan lima teman sekolahnya. Mereka lantas sering bermain bersama dan memunculkan kisah-kisah lucu nan menyenangkan.
“Dulu itu aku orangnya pendiam, sukanya cuma ke perpustakaan baca buku. Pas punya sahabat senang sekali. Langsung aku menulis novel,” katanya saat ditemui di Perpustakaan Kota Magelang, kemarin.
Novel yang berhasil diterbitkan lainnya berjudul Qasidah Berjanji. Diterbitkan saat dia menduduki bangku kelas sepuluh. Novel itu merupakan hasil karya kerja sama dengan sutradara film Jenderal Kancil, Harry Dagu.
Siswa kelas sebelas jurusan Bahasa SMA Negeri 4 Kota Magelang ini mengaku sangat menyukai buku bergenre fiksi. Dia juga mengaku anti dengan buku genre percintaan. Menurutnya, lebih asyik baca fiksi yang banyak memuat kisah-kisah petualangan. Karena banyak imajinasi yang tidak terduga bisa muncul.
“Paling nggak suka kalau dapat tugas atau bikin tulisan tentang percintaan. Mampet, nggak bisa,” selorohnya.
Dari salah satu karyanya, Salma berhasil mendapatkan sponsor dari salah satu perusahaan pengacara di Jakarta yaitu MRP Law Office. Sponsor dalam bentuk uang untuk perjalanan edukasi ke Tokyo, Kyoto, Osaka, dan Nagoya.
“Iseng-iseng aku mengirimkan karya. Alhamdulillah bisa dapat perjalanan edukasi ke Jepang,” terangnya.
Putri pasangan Adwi Sukrisno, 50, dan Dewi Haryati, 45, ini mengaku selalu didukung oleh kedua orang tuanya. Dia mengaku sang ibu yang selalu mengajarinya untuk menulis dan menyukai membaca.
“Ibu dulu mantan reporter di Jakarta. Jadi dari kecil saya sudah diajari menulis cerita,” ungkapnya.
Tak hanya itu, sang ibu pula yang menularkan hobi membacanya. “Kadang juga orang tua yang kasih deadline harus baca ini atau tulis ini. Apalagi dulu di rumah juga punya toko buku sendiri,” papar anak pertama dari empat bersaudara itu.
Anggota Forum Pelajar Indonesia ini juga mengaku tak jarang mengikuti lomba penulisan cerita pendek. Namun selalu tidak beruntung memenangkannya. Tapi, dia tak pernah putus asa. “Kalau lomba cerpen malah belum pernah menang,” katanya sambil tertawa kecil.
Salma yang mempunyai cita-cita sebagai seorang diplomat dan reporter itu mempunyai prinsip dalam dirinya. Kata-kata motivasi yang sering digunakannya adalah Hidup Tanpa Menulis Bukan Hidup. Salma percaya dengan menulis hidupnya akan lebih berwarna dan bermakna.
“Harus selalu mengasah kemampuan. Sekarang ini sedang merampungkan pembuatan novel. Semoga akan ada penerbit yang mau menerbitkannya,” tandas Salma yang pernah menjuarai lomba debat Bahasa Inggris se-Kota Magelang ini. (ila)