
MIRIS : Sejumlah siswa SMP Muhammadiyah Banguntapan mendapatkan perlakuan tak menyenangkan karena orangtuanya belum melunasi uang sekolah. (ISTIMEWA)
RADAR JOGJA – Asisten Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIJ Muhammad Rifqi menyayangkan tindakan pihak SMP Muhammadiyah Banguntapan Bantul. Berupa kebijakan tak mengijinkan siswanya mengikuti ujian. Dengan dalih belum melunasi uang sekolah.
Rifqi mengaku telah menemui pihak sekolah sebanyak dua kali. Hasil keputusan kebijakan tersebut telah bulat. Bahwa siswa yang belum membayar uang sekolah tidak diperbolehlan ikut ujian.
“Dari hasil sementara ini memang faktanya memang itu terjadi ada istilahnya pelarangan untuk mengikuti ujian karena permasalahan biaya,” jelasnya, Jumat (10/6).
ORI, lanjutnya masih akan mengadvokasi para orangtua siswa. Setidaknya dampak atas kebijakan ini terhadap kelanjutan pendidikan para siswa. Termasuk dampak psikis atas adanya kebijakan ini.
Dari investigasi awal, ada yang siswa yang enggan mengikuti ujian. Ini karena siswa malu karena tindakan tak mengenakan dari oknum sekolah. Berupa pengumuman nama-nama para siswa yang uang masuknya belum lunas dalam WhatsApp grup orangtua siswa.
“Bukan SPP tapi uang masuk sekolah. Ini kan siswa kelas I atau jelas VII kalau SMP. Uang masuk yang dibayarkan boleh dalam waktu 1 tahun jadi waktunya panjang. Kalau SPP enggak ada, di sini free,” katanya.
Total anak yang tidak diperbolehkan mengikuti ujian sebanyak 5 orang. Hanya saja dari total tersebut hanya 1 orangtua yang melapor ke Kantor ORI Perwakilan DIJ. Alasannya masih malu untuk kembali ke sekolah.
Rifqi menuturkan sudah ada pembicaraan dengan pihak sekolah, Kamis (9/6). Hasilnya adalah para siswa boleh mengikuti serangkaian ujian. Hanya saja tetap ada keengganan siswa untuk ikut ujian akhir semester.
“Sebenarnya sudah ada 1 yang ikut kemarin, hari ini 3 yang ikut. Tapi yang 1 kemarin ikut, hari ini enggak ikut. Secara psikis ya mempengaruhi anak untuk kembali ke sekolah,” ujarnya.
Rifqi memaparkan pihak sekolah terindikasi melanggar Permendikbud dan Perda DIJ. Tepatnya yang terkait pelayanan pendidikan di sekolah. Bahwa dalam memberikan materi pembelajaran tidak boleh dikaitkan dengan pembiayaan.
Permendikbud yang mengatur, lanjutnya, adalah Nomor 44 Tahun 2012. Sementara untuk Perda DIJ tertuang dalam Perda Nomor 10 Tahun 2013. Kedua kebijakan ini berlaku untuk sekolah swasta maupun sekolah negeri.
“Dugaannya (pelanggaran) disitu tapi kami masih terus meminta penjelasan dari pihak terkait. Kemarin dapat info dari yang melapor ke kami ada orangtua siswa yang lain kami berencana untuk juga minta penjelasan kepada mereka. Untuk yang dialami dan efek-efek pada anak,” katanya. (Dwi)