
PIL HARAM: Bareskrim Mabes Polri membongkar dua pabrik obat-obatan keras dan berbahaya di Jogjakarta. (DWI AGUS/RADAR JOGJA)
RADAR JOGJA – Bareskrim Polri melakukan penggrebekan dua pabrik obat psikotropika ilegal di Jogjakarta, Selasa (21/9). Titik pertama adalah sebuah bangunan di jalan IKIP PGRI nomor 158, Kasihan, Kabupaten Bantul. Pabrik kedua di wilayah Ringroad selatan, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.
Direktur Tindakan Pidana Narkoba (Dirtinpidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Krisno Halomoan Siregar menuturkan, penggrebekan pabrik berawal dari ungkap kasus sebelumnya. Berupa peredaran obat berbahaya dan psikotropika di wilayah Cirebon Jawa Tengah, beberapa kota di Jawa Timur, Kalimatan Selatan, dan Kalimantan Timur.
“Jadi awalnya sudah sita 5 juta butir berbagai jenis obat keras dan psikotropika di jaringan Masturi CS, ada 8 orang. Kami analisa dan dapatkan petunjuk pengiriman dari Jogja,” jelasnya ditemui di pabrik jalan IKIP PGRI, Kasihan Bantul, Senin (27/9).
Penggrebekan awal berhasil mengamankan dua orang saksi Ar dan Ws. Dari keduanya muncul nama LSK alias Daud, 49. Dari nama ini muncul nama lainnya JSR alias Joko, 56. Sosok nama ini berperan sebagai penanggungjawab pabrik obat.
Dari keterangan awal ini terungkap adanya pabrik lain. Bertempat di sekitar kawasan Ringroad Selatan, Kecamatan Gamping, Sleman. Pabrik kedua ini berjarak sekitar 5 kilometer dari pabrik pertama di jalan IKIP PGRI.
“Mesinnya sama dengan pabrik pertama. Kondisi barang siap edar, ada bahan kimia untuk produksi obat. Mesin dari oven, mixer, coating dan pengering. Semuanya lengkap,” katanya.
Krisno mengibaratkan kedua pabrik pada level Mega. Terbukti dengan adanya temuan 7 mesin di pabrik jalan IKIP PGRI. Setiap mesin dapat memproduksi 2 juta pil selama 24 jam. Sedangkan selama sebulan mampu memproduksi pil sebanyak 420 juta butir.
Skema produksi berdasarkan pesanan. Artinya pabrik akan memproduksi obat jika ada pesanan dari pembeli. Walau begitu tetap ada obat yang disiagakan sebagai antisipasi atas pesanan mendadak. “Penyebutan mega ini berdasarkan pengamatan, ini yang terbesar. Pengalaman kami ini paling besar, mesinnya maupun luasnya pabrik dan fasilitas yang lengkap,” katanya.
Dari penyidikan terhadap tersangka Joko muncul nama lainnya. Sosok ini berinisial EY, memiliki peran mengendalikan peredaran. Sosok ini telah masuk dalam daftar pencarian orang Bareskrim Polri. Sosok EY, lanjutnya, memiliki peran paling penting. Mengatur distribusi obat ke beberapa kota di Indonesia. Mulai dari kawasan Jakarta Timur, Bekasi, Cirebon, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Jalur distribusi juga cenderung tradisional. Memanfaatkan pengiriman melalui jasa transportasi pengiriman darat. Sementara untuk luar pulau dengan jasa transportasi pengiriman laut. “Sejauh ini semua perintah disampaikan oleh DPO EY. Dstribusi bawahnya masuk ke kota lalu ke agen. Tekniknya distributor ambil dari koordinator wilayah lalu edarkan. Masih tradisional,” ujarnya.
Pihaknya masih mendalami kemungkinan keterlibatan warga negara asing. Ini karena bahan baku mayoritas berasal dari Tiongkok. Walau begitu pihaknya tak ingin terburu-buru. Sehingga masih melakukan penyidikan secara mendalam.
“Semalam tangkap lagi seorang tersangka ibu-ibu inisial AS. Langsung kami tahan untuk tahu darimana sumber kimia ini. Semua masuk secara ilegal, tidak pakai ketentuan yang ada,” katanya.
Krisno memastikan pabrik beroperasi secara ilegal. Sebab, para karyawan hingga pengawas pabrik tak memiliki kompetensi di bidang farmasi. Ditambah lagi pabrik ini tak memiliki izin operasional.
“Mereka ini tak ada kompetensi bidang farmasi. Pengakuan tersangka biaya produksi sampai Rp 2 miliar dan Rp 3 miliar, baik untuk bahan dan penggajian. Ini masih kami kembangkan untuk jaringan dan arahkan ke tindak pidana pencucian uang (TPPU),” ujarnya. (dwi/ila)