RADAR JOGJA – Sirine meraung-raung di kantor Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Pusdalops BPBD) Bantul, Selasa (6/10). Sementara petugas sibuk mengoperasikan gawai dan handy talky (HT). Guna mengumpulkan informasi akibat bencana gempa dan tsunami di Laut Selatan Jawa.

Ternyata, petugas sedang mengikuti simulasi yang digelar Indian Ocean Wave Exercise 2020 (IOWave20). Simulasi ini rutin dilakukan tiap tanggal 6 Oktober. Skenario simulasi tahun ini adalah adanya gempa bumi besar di Laut Selatan Jawa, dan mengakibatkan tsunami setinggi 20 meter. “Jadi ada beberapa negara yang mengikuti simulasi ini,” sebut Kepala BPBD Bantul Dwi Daryanto di sela simulasi, kemarin.

Simulasi untuk melatih kesiagaan petugas dan fungsi ealy warning system (EWS). “Sehingga ini sekaligus untuk memaksimalkan respons cepat,” paparnya. Sebab, alat berfungsi dengan baik, harus dibarengi sumber daya manusia (SDM) mumpuni. Jadi ketika dibutuhkan cepat tanggap, Bantul sudah bisa melakukannya secara mandiri.

Dalam simulasi tahun ini, turut ditambahkan skenario penerapan protokol kesehatan (prokes) pencegahan Covid-19. Pertama petugas mengumpulkan masyarakat di titik evakuasi. Tahap ini, dinilai Dwi, paling sulit untuk menerapkan prokes. Setelah keadaan tenang, Dinas Kesehatan (Dinkes) baru dapat melakukan pemeriksaan terhadap warga. “Jadi simulasi memuat evakuasi dan penerapan prokes,” paparnya.

Simulasi ini dianggap penting karena Bantul merupakan wilayah yang memiliki potensi tinggi terhadap bencana gempa dan tsunami. Semacam melatih respons petugas bila bencana benar terjadi. “Karena itu kajian para ilmuan,” ujarnya. Untuk itu, BPBD sebagai aktor utama turut mengajak organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk mengikuti simulasi.

Usai simulasi, kekurangan dan kendala akan diketahui. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) berlaku sebagai observer atau pengamat. “Apa saja permasalahan saat latihan dan kendala, menjadi evaluasi,” jelasnya.

Dilaporkan, BPBD menerapkan empat jalur evakuasi. Terpasang pula sembilan EWS di sepanjang jalan tembus Pantai Parangtritis– Pantai Parangkusumo. “Kami juga punya 12 toa masjid yang tersambung dengan EWS. Semua siap dan berfungsi,” ujarnya.

Terpisah, ahli geomorfologi lingkungan, geomorfologi pesisir dan hidrogeomorfologi dari Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Dr Langgeng Wahyu Santosa S.Si, M.Si membenarkan adanya potensi tsunami di Laut Selatan Jawa. Secara geotektonik, wilayah pesisir Bantul dan Kulonprogo terdapat zona subduksi. Akibat penunjaman lempeng Samudera Hindia di bawah lempeng Benua Eurasia. Ini berpotensi menimbulkan gempa bumi dasar laut, dan mampu menimbulkan tsunami.

“Tapi keberadaan beting gisik dan gumuk pasir menjadikan daerah di belakangnya tidak rentan atau terlindung. Beting gisik dan gumuk pasir secara alami menjadi benteng yang melindungi wilayah pesisir dari ancaman bahaya tsunami,” papar Langgeng. (cr2/laz)

Bantul