RADAR JOGJA Jogjakarta menjadi salah satu destinasi wisata utama di Indonesia dari sepuluh wilayah yang ditunjuk pemerintah, untuk diterapkannya kebijakan penghapusan pajak hotel dan restoran. Namu hingga kini, Dinas Pariwisata (Dinpar) Bantul masih menunggu regulasi pusat terkait kebijakan  tersebut.

Kepala Dinpar Bantul Kwintarto Heru Prabowo mengatakan sejauh ini pihaknya baru mendengar rencana penerapan kebijakan tersebut dari pernyataan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati. Menurutnya, pernyataan masih bersifat penyampaian belum berwujud regulasi yang harus segera diterapkan.  Sehingga, untuk saat ini pemkab masih menerapkan Perda Nomor 8/2010 tentang Pajak Daerah.

Meski kebijakan tersebut berdampak pada pengurangan intensif pajak, pemkab mendukung rencana pemerintah tersebut. Apalagi, tujuannya untuk mendatangkan wisata dan meningkatkan waktu tinggal sehingga uang yang dikeluarkan lebih banyak. ”Kami mendukung. Tapi kebijakan itu belum diterapkan di Bantul, karena ada regulasi yang mengikat. Bila tidak dilakukan pemerintah daerah bisa salah,” terangnya kemarin.

Kwintarto mengungkapkan telah berkomunikasi dengan perwakilan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Dalam pertemuan tersebut, dibahas pernyataan dari Sri Mulyani, mengenai rencana penghapusan pajak hotel dan restoran yang diterapkan di sepuluh destinasi wisata utama di Indonesia.

“Perlu ditelaah lebih jauh dan lebih baik. Dasar penghapusan ada regulasinya atau tidak. Karena penerapan kebijakan statement Sri Mulyani berimbas pada kebijakan yang berlaku di daerah,” lanjutnya.

Selain itu, juga dibahas teknis subsidi diperkirakan mencapai Rp 3,3 triliun. Subsidi tersebut, akan dibagi kepada sepuluh destinasi wisata. Salah satunya adalah Jogjakarta. Selain Jogjakarta, wilayah lain yang akan menerima subsidi tersebut yakni Batam, Bali, Labuan Bajo, Lombok, Malang, Manado, Toba (Silangit), Tanjung Pandan, dan Tanjung Pinang. “Ketika dihapuskan, teknis subsidi seperti apa? Untuk menggantikan pendapatan daerah dengan bantuan dari pusat,” tanyanya.

Terpisah, Kepala Rumah Tembi Yopei Edho mengaku belum mengetahui adanya statement pemberhentian pajak hotel dan restoran. Hanya, dia berharap saat dilaksanakan tidak ada pihak yang dirugikan. “Kami mengikuti saja, peraturan dari pemerintah seperti apa,” jelasnya.

Harapannya, ada kejelasan regulasi dan sistem dapat dikombinasikan dengan baik.

Sejauh ini, okupasi di Rumah Budaya Tembi masih normal. Virus korona yang merebak dan menjadi isu nasional pun belum berdampak pada kunjungan wisata di Rumah Tembi. Meskipun segmen wisatawan yang berkunjung berasal dari Jepang, Tiongkok, dan Perancis. “Tapi ini belum masuk musimnya. Biasanya nanti dipertengahan tahun. Jadi masih normal,” terangnya.

Sedangkan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Bantul Trisna Manurung mengatakan, pihaknya masih akan beretemu dengan Kementrian Keuangan Senin (2/3) mendatang. Sejauh ini, mekanisme penerapannya, masih menunggu arahan pemerintah pusat. “Metodologinya apa kita tunggu saja Senin nanti,” tegasnya.

Terkait korona, Trisna mengatakan pendapatan dari pajak hotel dan restoran masih on the track. Dari target triwulan kondisinya sama. “Belum ada kejadian yang luar biasa,” jelasnya. (cr2/bah)

Bantul